Makalah Sosio Antropologi Pendidikan
Perbandingan Nilai Sosial
dan Budaya Antara Masyarakat Etnis Cina-Jawa
Disusun Oleh :
Nurkholis (13207241044)
Program Studi Pendidikan Seni Kerajinan
Jurusan Pendidikan Seni Rupa
Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Yogyakarta
2014
Daftar Isi
BAB I( Pendahuluan)..................................................................................... 3
BAB II(Pembahasan)..................................................................................... 5
A. Budaya.............................................................................................. 5
B. Nilai Sosial…………………………………..................................................... 7
C. Hubungan Nilai Sosial
dan Budaya................................................... 10
D. Budaya Etnis Jawa……………………...................................................... 11
E. Budaya Etnis Cina…….……………………….............................................. 16
F. Perbandingan Budaya
Etnis Cina dan Jawa...................................... 18
G. Nilai Sosial Etnis
Jawa …………........................................................... 18
H. Nilai Sosial Etnis
Cina…………............................................................ 20
I.
Perbandingan Nilai Sosial Etnis Cina dan Jawa................................ 21
BAB III( penutup)……….................................................................................. 23
Daftar pustaka …………................................................................................... 24
BAB I
Pendahuluan
A.
Latar Belakang Masalah
Budaya atau kebudayaan berasal dari
bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi
(budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal
manusia.
Manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat
terpisahkan dengan lingkungan dan kebiasan adat istiadat di lingkungan sekitar
individu tersebut tinggal . Setiap individu memiliki budaya dan nilai sosial yang
mungkin berbeda dengan individu lain. Mereka
akan selau menjunjung tinggi adat dan mempertimbangkan nilai sosial dan
tanggapan dari individu lain yang berada di lingkungan
tersebut. Dengan perbedaan budaya dan nilai sosial tersebut maka tujuan hidup
bisa menjadi berbeda pula.
Perbedaan-perbedaan tersebut dapat menimbulkan masalah, seperti
komunikasi yang tidak baik, timbul perasaan tidak nyaman, dan kesalahpahaman.
Kesalahpahaman sering terjadi karena interaksi antara seseorang dengan
orang/kelompok yang budaya maupun nilai sosialnya berbeda. Masalah utamanya adalah
karena setiap orang cenderung menganggap budaya maupun nilai sosial mereka
adalah benar dan tidak perlu dipermasalahkan, dan karenanya setiap orang akan
menggunakan budaya maupun nilai sosialnya sebagai sebuah standar untuk mengukur
budaya-budaya dan nilai-nilai sosial orang lain.
Salah satu bentuk interaksi antar budaya maupun nilai sosial adalah yang
terjadi pada etnis Cina yang tinggal berdampingan atau bahkan dalam satu
keluarga dengan etnis Jawa. Dimana hubungan etnis Cina dengan etnis Jawa memiliki
sejarah panjang yang penuh dengan konflik. Peristiwa paling besar yang
melibatkan etnis Cina dengan etnis Jawa terjadi pada Mei 1998, peristiwa yang
mengiringi runtuhnya rezim Orde Baru dengan korban yang kebanyakan dari etnis
Cina.
Dari kilasan sejarah tersebut dapat disadari bahwa kondisi masyarakat
etnis Jawa rentan terhadap timbulnya permasalahan dengan etnis Cina. Namun
ditengah situasi yang mengkhawatirkan antara etnis Cina-Jawa tersebut, ternyata
terdapat suatu wilayah dimana etnis Cina-dan Jawa dapat hidup berdampingan yang
jauh dari kesan rentan terhadap konflik. Salah satunya di Kelurahan
Sudiroprajan, Surakarta. Disana warga etnis Cina dan Jawa membaur, bahkan
melakukan perkawinan antar etnis. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis
untuk membahas masalah ini dan melihat sejauh mana hubungan nilai sosial dan
budaya antara kedua etnis tersebut.
B.
Rumusan Masalah
Dari uraian dalam latar belakang tersebut diatas, terdapat beberapa
pokok masalah yang perlu dikaji lebih dalam:
1. Apakah yang dimaksud dengan budaya?
2. Apakah yang dimaksud dengan nilai sosial?
3. Apakah hubungan antara
budaya dan nilai sosial?
4. Bagaimana budaya dan nilai
sosial pada masyarakat etnis Cina?
5. Bagaimana budaya dan nilai
sosial pada masyarakat etnis Jawa?
6. Bagaimana hubungan
budaya dan nilai sosial antara masyarakat etnis Cina dan Jawa?
C.
Tujuan Penulisan
a. Memahami hubungan budaya dengan
nilai sosial
b. Memahami budaya dan nilai sosial pada
masyarakat etnis Cina
c. Memahami budaya dan nilai sosial pada
masyarakat etnis Jawa
BAB II
Pembahasan
A.
Budaya
Pengertian Budaya
Budaya atau culture adalah keseluruhan dari
adat istiadat, pengetahuaan, objek materi dan prilaku yang di pelajari dan di
transmisikan secara sosial.
Unsur-Unsur Kebudayaan
Menurut Koentjaraningrat,
dalam menganalisa suatu kebudayaan, seorang ahli antropologi membagi seluruh
kebudayaan yang sudah terintegrasi kedalam unsur-unsur besar yang disebut
unsur-unsur kebudayaan universal. C. Kluckhohn (Dalam Koentjaraningrat, 1996:
80-81), menemukan bahwa terdapat tujuh unsur kebudayaan yang dapat ditemukan
pada semua bangsa di dunia yang disebut sebagai isi pokok dari setiap
kebudayaan yaitu:
1. Sistem religi
Meliputi: sistem kepercayaan, sistem nilai dan pandangan
hidup, komunikasi keagamaan, dan upacara keagamaan.
2. Sistem kemasyarakatan atau organisasi
sosial
Meliputi: kekerabatan, asosiasi, perkumpulan, sistem
kenegaraan,dan sistem kesatuan hidup.
3. Sistem pengetahuan
Meliputi pengetahuan tentang: flora dan fauna, waktu, ruang,
bilangan, tubuh manusia dan perilaku antar sesama manusia.
4. Bahasa
yaitu alat untuk berkomunikasi berbentuk lisan maupun tertulis/tulisan.
yaitu alat untuk berkomunikasi berbentuk lisan maupun tertulis/tulisan.
5. Kesenian
Meliputi: seni patung/pahat, relief, lukis, rias, vocal, music, bangunan, kesusastraan, dan drama.
Meliputi: seni patung/pahat, relief, lukis, rias, vocal, music, bangunan, kesusastraan, dan drama.
6. Sistem mata pencaharian hidup atau
sistem ekonomi
Meliputi: berburu dan mengumpulkan makanan, bercocok tanam,
peternakan, perikanan, dan perdagangan.
7. Sistem peralatan hidup atau teknologi
Meliputi: produksi, distribusi, transportasi, peralatan
komunikasi, peralatan konsumsi dalam bentuk wadah, pakaian dan perhiasan tempat
berlindung dan perumahan senjata.
Wujud Kebudayaan
1. Wujud Gagasan
Budaya dalam wujud gagasan/ide ini bersifat abstrak dan
tempatnya ada dalam alam pikiran tiap warga pendukung budaya yang bersangkutan
sehingga tidak dapat diraba atau difoto. Sistem gagasan yang telah dipelajari
oleh setiap warga pendukung budaya sejak dini sangat menentukan sifat dan
cara berpikir serta tingkah laku warga pendukung budaya tersebut.
Gagasan-gagasan inilah yang akhirnya menghasilkan berbagai hasil karya manusia
berdasarkan sistem nilai, cara berfikir dan pola tingkah laku. Wujud budaya
dalam bentuk sistem gagasan ini biasa juga disebut sistem nilai budaya.
2. Wujud Perlaku (Aktivitas)
Budaya dalam wujud perilaku berpola menurut ide/gagasan yang
ada. Wujud perilaku ini bersifat konkrit dapat dilihat dan didokumentasikan
(difoto dan difilm). Contoh: Petani sedang bekerja di sawah, orang sedang
menari dengan lemah gemulai, orang sedang berbicara dan lain-lain.
Masing-masing aktivitas tersebut berada dalam satu sistem tindakan dan tingkah
laku.
3. Wujud Benda Hasil Budaya
Semua benda hasil karya
manusia tersebut bersifat konkrit, dapat diraba dan difoto. Kebudayaan dalam
wujud konkrit ini disebut kebudayaan fisik. Contoh: bangunan-bangunan megah
seperti piramida, tembok cina, menhir, alat rumah tangga seperti kapak
perunggu, gerabah dan lain-lain.
B.
Nilai
Sosial
Pengertian Nilai Sosial
Dalam kamus besar bahasa
Indonesia, Nilai adalah, taksiran, sifat-sifat (hal-hal) penting yang
dianggap penting atau yang berguna bagi kemanusiaan yang dapat mendorong
manusia mancapai tujuannya. Sedangkan sosial diartikan sebagai “serba berjiwa kawan,” “serba terbuka”
untuk orang lain, untuk memberi dan menerima, untuk umum. Kebalikan dari
“sosial” adalah “individual,” yaitu serba tertutup.
Dengan kata lain, nilai
sosial adalah ukuran-ukuran, patokan-patokan, anggapan- anggapan,
keyakinan-keyakinan, yang hidup dan berkembang dalam masyarakat serta dianut
oleh banyak orang dalam lingkungan masyarakat mengenai apa yang benar, pantas,
luhur, dan baik untuk dilakukan. Setiap
masyarakat mempunyai tata nilai berbeda-beda oleh karenanya, nilai sosial secara umum dapat dinyatakan
sebagai keyakinan relatif kepada yang baik dan buruk, yang benar dan salah,
kepada apa yang seharusnya ada dan apa yang seharusnya tidak ada.
Sumber Nilai Sosial
Nilai sosial dalam
masyarakat Indonesia pada umumnya bersumber dari tiga hal, yaitu Tuhan,
masyarakat itu sendiri dan individu.
A. Nilai sosial yang bersumber dari
Tuhan
Nilai sosial yang bersumber atau berasal dari Tuhan biasanya
diketahui melalui ajaran agama yang ditulis dalam kitab suci. Dalam ajaran
agama, terdapat nilai sosial yang dapat memberikan pedoman dalam bersikap dan
bertingkah laku terhadap sesamanya. Contohnya kasih sayang, ketaatan,
kejujuran, hidup sederhana, dan lain-lain. Nilai yang bersumber dari Tuhan
sering disebut nilai theonom.
B. Nilai sosial yang bersumber dari
masyarakat
Masyarakat menyepakati sesuatu hal yang dianggap baik dan
luhur, kemudian menjadikannya sebagai suatu pedoman dalam bertingkah laku.
Sebagai contohnya, kesopanan dan kesantunan terhadap orang tua. Nilai yang
berasal dari hasil kesepakatan banyak orang disebut nilai heteronom.
C. Nilai sosial yang bersumber dari
individu
Pada dasarnya setiap orang / individu memiliki sesuatu hal yang baik,
luhur, dan penting. Contohnya, seseorang yang memiliki kegigihan dalam bekerja.
Seseorang beranggapan bahwa untuk mencapai keberhasilan atau kesuksesan adalah
dengan bekerja keras. Lambat laun nilai ini diikuti oleh orang lain yang pada
akhirnya menjadikan nilai ini menjadi milik bersama. Dalam kenyataannya, nilai
sosial yang berasal dari individu sering ditularkan dengan cara memberi contoh
perilaku yang sesuai dengan nilai sosial yang dimaksud. Nilai yang berasal dari
individu disebut nilai otonom.
Ciri-ciri Nilai Sosial
Tidak semua hal atau
sesuatu yang baik di mata masyarakat dapat dianggap sebagai nilai sosial.
Berikut adalah ciri-ciri nilai sosial :
1. Nilai sosial merupakan hasil
interaksi antaranggota masyarakat. Nilai tercipta secara sosial bukan secara
biologis atau bawaan sejak lahir.
2. Nilai sosial ditularkan di antara
anggota-anggota masyarakat melalui pergaulan.
3. Nilai sosial terbentuk melalui proses
belajar yang panjang melalui sosialisasi.
4. Nilai sosial berbeda-beda antara
kebudayaan yang satu dengan yang lain.
5. Masing-masing nilai dapat mempunyai
efek yang berbeda terhadap orang perorangan dan masyarakat secara keseluruhan.
6. Nilai sosial dapat memengaruhi
perkembangan pribadi dalam masyarakat baik positif maupun negatif.
7. Nilai sosial merupakan hasil seleksi
dari berbagai macam aspek kehidupan di dalam masyarakat.
Fungsi Nilai Sosial
Fungsi nilai sosial
secara luas yaitu memberikan ketentraman kepada seluruh anggota masyarakat agar
dapat bertingkah laku sesuai dengan yang aturan yang diyakini oleh masyarakat
guna mencapai tujuan bersama di masyarakat. Adapun fungsi nilai sosial secara
keseluruhan adalah sebagai berikut:
1. Sebagai pedoman berperilaku
Nilai sebagai pedoman berfungsi memberikan arahan kepada
individu atau masyarakat untuk berperilaku sebagaimana yang diinginkan. Nilai
menjadi landasan dan motivasi dalam setiap langkah dan perbuatan manusia.
2. Sebagai kontrol sosial
Nilai sosial sebagai alat kontrol sosial yang berfungsi untuk
memberikan batasan-batasan kepada manusia untuk bertingkah laku. Perilaku
manusia di luar nilai sosial akan mengakibatkan jatuhnya sanksi atau perasaan
bersalah.
3. Sebagai pelindung sosial
Nilai sebagai alat pelindung sosial memberikan perlindungan dan
memberikan rasa aman kepada manusia, dengan berperilaku sesuai dengan nilai
sosial, manusia dapat melakukan tindakan apapun tanpa harus merasa takut.
Dengan adanya nilai-nilai
sosial ini seseorang dapat memperhitungkan apa yang akan dilakukan oleh orang
lain. Namun apabila tidak ada nilai-nilai sosial atau nilai-nilai sosial itu
lenyap maka kehidupan masyarakat akan tidak beraturan, masing-masing manusia
akan bertingkah laku berdasarkan kehendak sendiri. Kehilangan nilai sosial di
masyarakat dapat mengakibatkan masyarakat kehilangan identitas dan kehancuran
bagi masyarakat itu sendiri.
C.
Hubungan Nilai Sosial dan Budaya
Hubungan
Nilai Sosial dan Budaya
Nilai sosial bersumber
dari kebudayaan masyarakat itu sendiri. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa
nilai menjadi ciri dan identitas masyarakat. Nilai sosial berasal dari
masyarakat itu sendiri sebagaimana masyarakat meyakini fungsi dan peranan nilai
tersebut bagi masyarakatnya. Jika kita tinjau dari budaya yang ada pada
masyarakat etnis Jawa dan kita hubungkan dengan nilai-nilai sosial yang ada,
maka kita akan melihat hubungan ini.
Contoh:
Didalam masyarakat etnis
jawa, terdapat nilai sosial yang menitikberatkan dan mengatur hubungan antara
atasan dan bawahan, yaitu harus menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain,
sesuai dengan derajat dan kedudukannya dalam masyarakat. Sesuai dengan budaya
Jawa yaitu dalam sistem kemasyarakatannya yang dikenal dengan empat tingkatan
yaitu, ningrat, priyayi, santri, dan wong cilik. Mereka yang kedudukannya lebih
tinggi akan mendapatkan hormat. Di dalam masyarakat Jawa Rumah limasan
merupakan rumah yang dihuni oleh golongan rakyat jelata. Sedangkan rumah Joglo,
umumnya dimiliki sebagai tempat tinggal para kaum bangsawan, misalnya saja para
kerabat keraton. Tidak hanya itu, dari segi bahasa, yaitu bahasa Jawa yang juga
merupakan produk kebudayaan Jawa yang begitu kompleks, dengan tujuh
tingkatannya dari ngoko sampai kedathon, membuktikan bahwa nilai sosial
masyarakat Jawa begitu menjunjung tinggi rasa hormat kepada orang yang lebih
tua dalam konteks usia maupun yang posisi derajatnya lebih tinggi.
D.
Budaya
Etnis Jawa
Yang dimaksud
dengan kebudayaan etnis Jawa disini adalah kebudayaan yang dianut oleh
masyarakat etnis Jawa yang sebagian besar tinggal di Jawa Tengah, Yogyakarta,
dan Jawa Timur dengan Keraton Yogyakarta dan Surakarta sebagai sentranya, bukan
seluruh pulau Jawa, karena
Jawa sendiri dari wilayahnya secara administratif terbagi menjadi 6 Provinsi
yaitu Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa
Timur, yang mungkin setiap provinsi memiliki kebudayaan
yang berbeda khususnya
Jakarta, Jawa Barat, dan Banten yang didalamnya terdapat etnis lain seperti etnis
Badui, etnis
Banten, etnis
Betawi, etnis
Sunda, etnis
Cirebon, dan etnis
Cina.
Berikut beberapa budaya
masyarakat etnis Jawa:
1. Religi/Agama
Agama dan kepercayaan yang berkembang dan dianut oleh
masyarakat etnis Jawa, antara lain Islam sebagai agama mayoritas, selain itu
terdapat pula agama lain yang cukup banyak dianut, seperti Kristen Protestan,
yang cukup banyak dianut oleh masyarakat di sekitar Semarang, Surakarta, dan
Solo. Sedangkan Katolik juga cukup berkembang namun presentasenya tidak sebesar
agama Kristen Protestan. Selain itu Hindu, dan Buddha juga berkembang di
masyarakat Jawa namun presentasenya sangat sedikit. Kepercayaan lain yang cukup
banyak pemeluknya, adalah kepercayaan yang bernama kejawen. Kejawen ini,
terkadang bercampur dengan agama Islam, sebagai agama mayoritas, sehingga
menghasilkan suatu kepercayaan baru yang bernama Islam kejawen. Perbedaan
paling mencolok antara Islam santri dengan Islam kejawen adalah, pada Islam
kejawen, mereka tidak terlalu mewajibkan shalat, puasa, dan naik haji, namun
tetap percaya pada Allah, dan Nabi Muhammad SAW. Kejawen dianggap memiliki
makna sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan adat dan kepercayaan Jawa.
Pada pada pandangan umum, kejawen hanya berisi tentang seni, budaya, tradisi,
ritual, sikap, serta filosofi orang Jawa. Selain membahas tentang agama dan
kepercayaan yang dianut oleh masyarakat suku Jawa, pada pembahasan tentang
sistem religi ini, kami juga akan membahas tentang kepercayaan, dan
ritual-ritual yang sering dilakukan oleh orang Jawa. Upacara Selamatan adalah
upacara yang paling umum, paling dikenal serta banyak macamnya. Selamatan
adalah kegiatan makan bersama, dimana makananya telah lebih dahulu didoakan
sebelum dibagikan. Tujuan selamatan ini sendiri adalah untuk memperoleh
keselamatan dan menjauhi gangguan.
2. Kemasyarakatan
Dalam sistem kemasyarakatan Jawa, dikenal empat tingkatan
yaitu Ningrat atau Bendara, Priyayi, Santri, dan Wong Cilik.
·
Ningrat
atau Bendara adalah kelas tertinggi dalam masyarakat Jawa. pada tingkatan ini
biasanya diisi oleh para anggota keraton, atau kerabat-kerabatnya, baik yang
memiliki hubungan darah langsung, maupun yang berkerabat akibat pernikahan.
Bendara pun memiliki banyak tingkatan juga di dalamnya, mulai dari yang
tertinggi, sampai yang terendah. Hal ini dapat dengan mudah dilihat dari gelar
yang ada di depan nama seorang bangsawan tersebut.
·
Kedua
adalah priyayi. Priyayi mengacu kepada suatu kelas sosial tertinggi di kalangan
masyarakat biasa setelah Bendara atau ningrat karena memiliki status sosial
yang cukup tinggi di masyarakat. Biasanya kaum priyayi ini terdiri dari para
pegawai negeri sipil dan para kaum terpelajar yang memiliki tingkatan
pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang-orang disekitarnya.
·
Yang
ketiga adalah golongan santri. Golongan ini tidak merujuk kepada seluruh
masyarakat suku Jawa yang beragama muslim, tetapi, lebih mengacu kepada para
muslim yang dekat dengan agama, yaitu para santri yang belajar di pondok-pondok
yang memang banyak tersebar di seluruh daerah Jawa.
·
Terakhir,
adalah wong cilik atau golongan masyarakat biasa yang memiliki kasta terendah
dalam pelapisan sosial. Biasanya golongan masyarakat ini hidup di desa-desa dan
bekerja sebagai petani atau buruh.
3. Pengetahuan
Salah satu bentuk sistem pengetahuan yang ada, berkembang,
dan masih ada hingga saat ini dalam masyarakat Jawa, adalah bentuk penanggalan
atau kalender. Walaupun penggunaanya yang cukup rumit, tetapi kalender Jawa
lebih lengkap dalam menggambarkan penanggalan, karena di dalamnya berpadu dua
sistem penanggalan, baik penanggalan berdasarkan sistem matahari
(sonar/syamsiah) dan juga penanggalan berdasarkan perputaran bulan
(lunar/komariah). Pada sistem kalender Jawa, terdapat dua siklus hari yaitu
siklus 7 hari seperti yang kita kenal saat ini, dan sistem panacawara yang
mengenal 5 hari pasaran.
4. Bahasa
Bahasa Jawa, sebagai bahasa ibu dan bahasa pergaulan
sehari-hari masyarakat etnis Jawa, ternyata di dalamnya pun dikenal berbagai
macam tingkatan dan undhak-undhuk basa. Terdapat tiga bentuk utama tingkatan
variasi bahasa Jawa, yaitu ngoko (kasar), madya (biasa), dan krama (halus).
Namun , pada tingkat yang lebih spesifik lagi, terdapat 7 (tujuh) tingkatan
dalam berbahasa Jawa, diantaranya: ngoko, ngoko andhap, madhya, madhyantara,
kromo, kromo inggil, bagongan, kedhaton. Di antara masing-masing bentuk ini
terdapat bentuk “penghormatan” (ngajengake, honorific) dan “perendahan”
(ngasorake, humilific). Seseorang dapat berubah-ubah bentuk posisi sebagai yang
dihormati atau yang direndahkan pada suatu saat tergantung status yang
bersangkutan dan lawan bicara. Status bisa ditentukan oleh usia, posisi sosial,
atau hal-hal lain. Seorang anak yang bercakap-cakap dengan sebayanya akan
berbicara dengan varian ngoko, namun ketika bercakap dengan orang tuanya akan
menggunakan krama andhap dan krama inggil. Sistem semacam ini terutama dipakai
di Surakarta, Yogyakarta, dan Madiun. Selain memiliki bahasa tersendiri,
masyarakat Jawa pun memiliki huruf tersendiri yang pada umunya mereka gunakan
dalam kehidupan sehari-hari yaitu Aksara Jawa.
5. Kesenian
Kesenian yang terdapat dalam kebudayaan Jawa sangat beraneka
ragam, mulai dari tari-tarian, lagu daerah, alat musik, wayang orang, dan juga
wayang kulit, serta masih ada berbagai macam kesenian lainya.
·
Contoh
kesenian Tari-tarian : Tari Bedhaya, Tari Serimpi, Tari Golek, Tari Topeng, dll
·
Contoh
kesenian Lagu Daerah : Gundul-gundul pacul, Gambang Suling, Bapak Pocung,
Cublak-cublak Suweng, dll.
·
Contoh
kesenian alat musik : Gamelan, yang biasanya terdiri dari Kendang, Saron,
Bonang, Slentem, Gambang, Gong, Kempul, Kenong, Ketug, Clempung, Keprak, dan
Bedug. Gamelan Jawa sendiri memiliki dua jenis yaitu Gamelan Salendro dan
Gamelan Pelog.
6. Mata Pencaharian
Tidak ada mata pencaharian yang khas yang dilakoni oleh
masyarakat etnis Jawa. pada umumnya, orang-orang Jawa bekerja pada segala
bidang, terutama administrasi negara dan kemiliteran yang memang didominasi
oleh orang Jawa. selain itu, mereka bekerja pada sektor pelayanan umum,
pertukangan, perdagangan dan pertanian dan perkebunan. Sektor pertanian dan
perkebunan, mungkin salah satu yang paling menonjol dibandingkan mata
pencaharian lain, karena seperti yang kita tahu, baik Jawa Tengah dan Jawa
Timur banyak lahan-lahan pertanian yang beberapa cukup dikenal, karena memegang
peranan besar dalam memasok kebutuhan nasional, seperti padi, tebu, dan kapas.
7. Peralatan dan Perlengkapan Hidup
Sebagai suatu kebudayaan, masyarakat etnis Jawa tentu
memiliki peralatan dan perlengkapan hidup yang khas diantaranya yang paling
menonjol adalah dalam segi bangunan. Masyarakat yang bertempat tinggal di
daerah Jawa memiliki ciri sendiri dalam bangunan mereka, khususnya rumah
tinggal. Ada beberapa jenis rumah yang dikenal oleh masyarakat suku Jawa,
diantaranya adalah rumah limasan, rumah joglo, dan rumah serotong. Rumah
limasan, adalah rumah yang paling umum ditemui di daerah Jawa, karena rumah ini
merupakan rumah yang dihuni oleh golongan rakyat jelata. Sedangkan rumah Joglo,
umumnya dimiliki sebagai tempat tinggal para kaum bangsawan, misalnya saja para
kerabat keraton.
E.
Budaya
Etnis Cina
Yang dimaksud dengan kebudayaan etnis Cina disini adalah kebudayaan yang
dianut oleh masyarakat Cina yang banyak tersebar di pulau Jawa, khususnya
mereka yang lahir atau sudah cukup lama tinggal di pulau Jawa. Berikut beberapa budaya masyarakat
etnis Cina:
1. Religi/Agama
Agama dan kepercayaan yang berkembang dan dianut oleh
masyarakat etnis Cina, antara lain Khonghucu sebagai agama mayoritas, selain itu
terdapat pula agama lain yang cukup banyak dianut, seperti Kristen Protestan, Katholik
dan Buddha.
Sedangkan Islam adalah agama yang minoritas dipeluk oleh etnis Cina. Salah satu
tradisi etnis Cina dalam keagamaan adalah Imlek atau Sin Tjia.
2. Kemasyarakatan
Dalam masyarakat etnis Cina tidak terdapat tingkatan,
namun ada sebutan untuk keturunan asli (tanpa campuran) dan yang campuran,
yaitu Totok (untuk yang murni tanpa campuran), dan peranakan (campuran).
3. Pengetahuan
Etnis Cina di Indonesia
terkenal dengan ilmu pengobatan tradisional Cina. Selain itu etnis Cina juga
terkenal dengan ahli Fengshui.
4. Bahasa
Etnis Cina di Indonesia masih
sering menggunakan bahasa mandarin ketika berbicara kepada sesama etnis Cina,
terutama para keturunan etnis Cina yang sudah tua. Namun sebagian juga sudah
ada yang meninggalkan bahasa mandarin atau tidak menguasai bahasa mandarin dan
menggunakan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari. Selain bahasa mandarin,
sebagian etnis Cina juga masih menguasai kaligrafi Cina.
5. Kesenian
Dalam bidang kesenian, bidang tari khususnya, etnis
Cina memiliki Barongsai dan Liong-nya. Sedangkan untuk beladiri pernafasan,
etnis Cina memiliki Wushu dan Kung Fu. Selain itu etnis Cina juga memiliki
kemampuan dalam membuat seni Kriya seperti Porselen atau keramik.
6. Mata Pencaharian
Etnis Cina memiliki bakat yang menonjol dalam bidang
industri dan bisnis. Hal ini dapat terlihat, bahwa pemilik industri berskala
besar di Indonesia, kebanyakan dimiliki dan dikelola oleh etnis
Cina.
7. Peralatan dan Perlengkapan Hidup
Beberapa etnis Cina masih mempercayai keberuntungan
dan kesialan, mereka kadang menggunakan semacam jimat keberuntungan, sehingga
sering kita temu ditoko-toko etnis Cina ada patung kucing yang tangannya
bergerak yang diyakini sebagai penarik hoki.
F.
Perbandingan
Budaya Etnis Cina dan Etnis Jawa
Secara keseluruhan kebudayaan
masyarakat etnis Cina memang berbeda dengan etnis Jawa, karena kebudayaan etnis
Cina yang ada di Indonesia adalah sebagian dari kebudayaan Cina. Namun perlu
diketahui bahwa sebagian etnis Cina memang mempertahankan budaya dari nenek
moyang, tetapi ada juga yang meninggalkannya dan mengikuti budaya dimana dia
tinggal.
G.
Nilai
Sosial Etnis Jawa
Berikut beberapa
nilai-nilai sosial yang ada pada masyarakat etnis Jawa :
A. Kerukunan
Masyarakat etnis Jawa
biasa hidup secara rukun. Masyarakat etnis Jawa mengembangkan sikap tepo seliro
(tenggang rasa). Tujuan dari prinsip kerukunan adalah untuk mempertahankan
keadaan masyarakat yang harmonis, selaras, tenteram dan tenang tanpa perselisihan.
Atas nama prinsip kerukunan, masyarakat etnis Jawa berusaha untuk menghilangkan
tanda-tanda ketegangan masyarakat atau antarpribadi, sehingga hubungan sosial
tetap tampak harmonis dan baik, meskipun harmonis ini relatif sifatnya.
B. Hormat
Setiap orang dalam berbicara dan membawakan diri selalu harus
menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain, sesuai dengan derajat dan
kedudukannya dalam masyarakat. Mereka yang berada pada posisi lebih tinggi
harus mendapatkan hormat. Kehormatan sedemikian penting bagi masyarakat Jawa,
segala perbuatan aib akan dipendam sedalam-dalamnya, bahkan kalau perlu aib itu
dilihat sisi positifnya atau dicari jalan tengah yang dapat mengembalikan
kehormatan, sekalipun itu akan bertentangan dengan etika.
C. Bijaksana
Masyarakat etnis jawa menganggap bahwa yang baik baginya
adalah hidup sesuai dengan peraturan-peraturan moral. Konsep bijaksana etnis
Jawa didasarkan pada etika moral.
D. Nyedulur (Menambah Persaudaraan)
Nilai sosial pada masyarakat Jawa terletak pada upaya untuk
dapat hidup selaras dengan sesama dan mengutamakan kebersamaan. Masyarakat
etnis Jawa cenderung menyukai hidup bersama dalam suatu komunitas. Masyarakat
etnis jawa menganggap berinteraksi dengan sesama manusia sangatlah baik. Selain
itu juga dimaksudkan agar dapat menambah persaudaraan.
E. Narima ing Pandum (Menerima apa yang
telah diberikan)
Masyarakat etnis jawa meyakini bahwa setiap orang diberi
anugerah yang berbeda-beda, sehingga dianggap baik apabila setiap orang itu
mempunyai kesadaran untuk narima ing pandum yaitu untuk menerima apa yang telah
diberikan. Ungkapan narima ing pandum pada dasarnya merupakan adanya
pengendalian diri dari seseorang agar tidak melampaui sumberdaya yang dimiliki.
Apabila seseorang patuh terhadap ungkapan ini, maka orang tersebut akan selalu
eling lan waspada (ingat dan waspada) agar apa yang diperoleh sesuai dengan
kemampuan yang ada pada diri sendiri sehingga dapat menghilangkan rasa cemas
dalam segala hal termasuk ketakutan kehilangan kedudukan, kekayaan,
kepopuleran, dan sebagainya.
Dari nilai-nilai tersebut dapat
diketahui bahwa orang Jawa itu sifatnya begitu halus, sopan dan pasrah
menjalani hidup atau nrimo, Sifat ini konon berdasarkan watak orang Jawa
yang berusaha untuk menjaga harmoni atau keserasian juga menghindari konflik.
Mereka cenderung diam dan tidak banyak berkomentar untuk menghindari konflik.
H.
Nilai
Sosial Etnis Cina
Berikut beberapa nilai-nilai sosial
yang ada pada masyarakat etnis Cina :
A. Kerukunan
Masyarakat etnis Cina anti terhadap kekerasan dan hidup saling tolong menolong.
Anti kekerasan pada etnis Cina termasuk dalam konsep pemerintahan yang menolak
kekerasan fisik. Menunjukkan bahwa etnis Cina berpegang pada sifat suka akan
perdamaian, anti kekerasan, mengalah dalam menghadapi konflik dan suka melayani
orang lain.
B. Prinsip
Hormat
Dalam hal ini konsep yang berlaku adalah adat
kesopanan. Etnis Cina melakukan penghormatan selalu keatas yaitu terhadap
mereka yang sudah maju dan berdiri didepan, maksudnya bentuk penghormatan
diberikan berdasarkan atas usia dan hubungan kekeluargaan.
C. Etika
Kebijaksanaan
Ajaran yang dianut
etnis Cina, yaitu membangun masyarakat menjadi seideal mungkin. Yang diutamakan
untuk mewujudkannya adalah melalui kebijaksanaan, yang hanya dapat dicapai
melalui terciptanya manusia yang ideal, yaitu melalui pendidikan moral.
D. Jalan
Tengah
Jalan tengah dalam
etnis Cina diartikan sebagai jalan yang tetap di tengah, yaitu di antara
ujung-ujung kehidupan, dengan asas penuntuk yang berbunyi tidak boleh ada yang
berlebihan. Hasrat dan keinginan tidak boleh dibiarkan tumbuh. Kenikmatan tidak
boleh dipenuhi seluruhnya. Mengikuti jalan tengah akan membawa keselarasan dan
keseimbangan.
E. Perkawinan
Perceraian dalam
masyarakat etnis Cina merupakan kejadian aib. Perkawinan yang melibatkan
keluarga besar pada tradisi etnis Cina menyebabkan orang tua terlibat dalam pengaturan.
Oleh karena itu, masalah keluarga atau perceraian dianggap sebagai perbuatan
yang menentang orang tua, sehingga pasangan tersebut dianggap tidak berbakti.
I.
Perbandingan Nilai Sosial Etnis Cina dan Etnis Jawa
A. Kerukunan
Meskipun
dengan ungkapan yang berbeda, prinsip nilai kerukunan pada etnis Jawa maupun
Cina, tidak jauh berbeda. Inti yang terkandung di dalamnya adalah
dihindarkannya konflik dan didambakannya perdamaian, yang semua itu terdapat
dalam kultur Jawa maupun Cina.
B. Prinsip
hormat
Baik
pada masyarakat etnis Jawa maupun Cina mempunyai nilai hormat. Hanya bedanya,
pada etnis Jawa rasa hormat diberikan oleh karena konsekuensi dari adanya
susunan hirarkis pada suatu masyarakat. Sedangkan pada kultur Cina, istilah ini
dipakai untuk menghormati saudara tua/orang tua oleh saudara muda/anak. Karena
penghormatan berdasarkan atas usia dan hubungan keluarga.
C. Etika
kebijaksanaan
Keduanya
sama-sama menganggap, bahwa sikap kebijaksanaan hanya dapat dicapai melalui
sikap hidup yang didasarkan pada aturan-aturan moral.
D. Jalan
tengah
Keduanya
memiliki anggapan, bahwa dua hal yang ekstrim yang bersifat dikotomis harus
dihindari. Tidak boleh ada sesuatu hal yang berlebihan. Mengikuti jalan tengah
akan membawa keseimbangan dan keselarasan.
E. Perkawinan
Terdapat perbedaan
nilai tentang perkawinan di antara etnis Jawa dan Cina. Pada kultur Jawa,
perkawinan dimaksudkan untuk membentuk suatu rumah tangga yang berdiri sendiri.
Pemilihan calon pasangan merupakan urusan pribadi. Keluarga, lebih-lebih
keluarga besar tidak memegang peran penting dalam pemilihan calon pasangan.
Sedangkan pada kultur Cina, perkawinan dianggap untuk melanjutkan kelangsungan
hidup klan. Sehingga pemilihan pasangan lebih banyak melibatkan keluarga atau
keluarga besarnya.
BAB III
Penutup
A.
Kesimpulan
Etnis Cina dan
etnis Jawa masing-masing memiliki budaya dan nilai sosial yang berbeda. Namun
ternyata juga terdapat beberapa kesamaan yang ditemukan. Dengan begitu dapat
diharapkan persamaan tersebut mampu menyamarkan perbedaan yang ada sehingga
kesalahpahaman, perasaan tidak nyaman, dan konflik antar etnis tidak akan
terjadi lagi.
Daftar Pustaka
Lowa, Gana.
Diakses tanggal 11 Desember 2014 pukul 13:13. Pusat Kebudayaan Tionghoa. Alamat
Web: http://publication.gunadarma.ac.id/handle/123456789/1697
Perdanawati,
Rendy. Diakses tanggal 11 Desember 2014 pukul 13:14. .Mengenal Budaya Imlek
Lebih Dekat. Alamat Web: http://tionghoa.petra.ac.id/acara-berita/berita/mengenal-budaya-imlek-lebih-dekat/
Puspowardhani,
Rulliyanti. 2008. Thesis : Komunikasi Antar Budaya Dalam Keluarga Kawin Campur
Jawa-Cina di Surakarta. Surakarta
Schaefan, Richard.T.2012.Sosiologi.Jakarta:
Salemba Humanika.
Shadili, Hassan.1993.Sosiologi Untuk
Masyarakat Indonesia.Jakarta: Rineka Cipta.
Sosrodihardjo, Soedjito. 1986. Transformasi
Sosial Menuju Masyarakat Industri. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar