Daftar Blog Saya

Selasa, 13 Januari 2015

Perbandingan Nilai Sosial dan Budaya Antara Masyarakat Etnis Cina-Jawa

Makalah Sosio Antropologi Pendidikan
Perbandingan Nilai Sosial dan Budaya Antara Masyarakat Etnis Cina-Jawa
 













Disusun Oleh :
Nurkholis (13207241044)



Program Studi Pendidikan Seni Kerajinan
Jurusan Pendidikan Seni Rupa
Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Yogyakarta

2014

Daftar Isi

BAB I( Pendahuluan).....................................................................................  3
BAB II(Pembahasan).....................................................................................  5
A.      Budaya..............................................................................................  5
B.      Nilai Sosial………………………………….....................................................  7
C.      Hubungan Nilai Sosial dan Budaya...................................................  10
D.     Budaya Etnis Jawa……………………......................................................  11
E.      Budaya Etnis Cina…….………………………..............................................  16
F.       Perbandingan Budaya Etnis Cina dan Jawa......................................  18
G.     Nilai Sosial Etnis Jawa …………...........................................................  18
H.     Nilai Sosial Etnis Cina…………............................................................  20
I.        Perbandingan Nilai Sosial Etnis Cina dan Jawa................................  21
BAB III( penutup)………..................................................................................  23
Daftar pustaka            …………...................................................................................  24







BAB I
Pendahuluan

A.                 Latar Belakang Masalah

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat terpisahkan dengan lingkungan dan kebiasan adat istiadat di lingkungan sekitar individu tersebut tinggal . Setiap individu memiliki budaya dan nilai sosial yang mungkin berbeda dengan individu lain. Mereka akan selau menjunjung tinggi adat dan mempertimbangkan nilai sosial dan tanggapan dari individu lain yang berada di lingkungan tersebut. Dengan perbedaan budaya dan nilai sosial tersebut maka tujuan hidup bisa menjadi berbeda pula.
Perbedaan-perbedaan tersebut dapat menimbulkan masalah, seperti komunikasi yang tidak baik, timbul perasaan tidak nyaman, dan kesalahpahaman. Kesalahpahaman sering terjadi karena interaksi antara seseorang dengan orang/kelompok yang budaya maupun nilai sosialnya berbeda. Masalah utamanya adalah karena setiap orang cenderung menganggap budaya maupun nilai sosial mereka adalah benar dan tidak perlu dipermasalahkan, dan karenanya setiap orang akan menggunakan budaya maupun nilai sosialnya sebagai sebuah standar untuk mengukur budaya-budaya dan nilai-nilai sosial orang lain.
Salah satu bentuk interaksi antar budaya maupun nilai sosial adalah yang terjadi pada etnis Cina yang tinggal berdampingan atau bahkan dalam satu keluarga dengan etnis Jawa. Dimana hubungan etnis Cina dengan etnis Jawa memiliki sejarah panjang yang penuh dengan konflik. Peristiwa paling besar yang melibatkan etnis Cina dengan etnis Jawa terjadi pada Mei 1998, peristiwa yang mengiringi runtuhnya rezim Orde Baru dengan korban yang kebanyakan dari etnis Cina.
Dari kilasan sejarah tersebut dapat disadari bahwa kondisi masyarakat etnis Jawa rentan terhadap timbulnya permasalahan dengan etnis Cina. Namun ditengah situasi yang mengkhawatirkan antara etnis Cina-Jawa tersebut, ternyata terdapat suatu wilayah dimana etnis Cina-dan Jawa dapat hidup berdampingan yang jauh dari kesan rentan terhadap konflik. Salah satunya di Kelurahan Sudiroprajan, Surakarta. Disana warga etnis Cina dan Jawa membaur, bahkan melakukan perkawinan antar etnis. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk membahas masalah ini dan melihat sejauh mana hubungan nilai sosial dan budaya antara kedua etnis tersebut.

B.                  Rumusan Masalah
Dari uraian dalam latar belakang tersebut diatas, terdapat beberapa pokok masalah yang perlu dikaji lebih dalam:
1.      Apakah yang dimaksud dengan budaya?
2.      Apakah yang dimaksud dengan nilai sosial?
3.      Apakah hubungan antara budaya dan nilai sosial?
4.      Bagaimana budaya dan nilai sosial pada masyarakat etnis Cina?
5.      Bagaimana budaya dan nilai sosial pada masyarakat etnis Jawa?
6.      Bagaimana hubungan budaya dan nilai sosial antara masyarakat etnis Cina dan Jawa?

C.                  Tujuan Penulisan
a.      Memahami hubungan budaya dengan nilai sosial
b.      Memahami budaya dan nilai sosial pada masyarakat etnis Cina
c.       Memahami budaya dan nilai sosial pada masyarakat etnis Jawa

BAB II
Pembahasan

A.                 Budaya
Pengertian Budaya
Budaya atau culture adalah keseluruhan dari adat istiadat, pengetahuaan, objek materi dan prilaku yang di pelajari dan di transmisikan secara sosial.

Unsur-Unsur Kebudayaan
Menurut Koentjaraningrat, dalam menganalisa suatu kebudayaan, seorang ahli antropologi membagi seluruh kebudayaan yang sudah terintegrasi kedalam unsur-unsur besar yang disebut unsur-unsur kebudayaan universal. C. Kluckhohn (Dalam Koentjaraningrat, 1996: 80-81), menemukan bahwa terdapat tujuh unsur kebudayaan yang dapat ditemukan pada semua bangsa di dunia yang disebut sebagai isi pokok dari setiap kebudayaan yaitu:
1.      Sistem religi
Meliputi: sistem kepercayaan, sistem nilai dan pandangan hidup, komunikasi keagamaan, dan upacara keagamaan.
2.      Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial
Meliputi: kekerabatan, asosiasi, perkumpulan, sistem kenegaraan,dan sistem kesatuan hidup.
3.      Sistem pengetahuan
Meliputi pengetahuan tentang: flora dan fauna, waktu, ruang, bilangan, tubuh manusia dan perilaku antar sesama manusia.
4.      Bahasa
yaitu alat untuk berkomunikasi berbentuk lisan maupun tertulis/tulisan.
5.      Kesenian
Meliputi: seni patung/pahat, relief, lukis, rias, vocal, music, bangunan, kesusastraan, dan drama.
6.      Sistem mata pencaharian hidup atau sistem ekonomi
Meliputi: berburu dan mengumpulkan makanan, bercocok tanam, peternakan, perikanan, dan perdagangan.
7.      Sistem peralatan hidup atau teknologi
Meliputi: produksi, distribusi, transportasi, peralatan komunikasi, peralatan konsumsi dalam bentuk wadah, pakaian dan perhiasan tempat berlindung dan perumahan senjata.

Wujud Kebudayaan
1.      Wujud Gagasan
Budaya dalam wujud gagasan/ide ini bersifat abstrak dan tempatnya ada dalam alam pikiran tiap warga pendukung budaya yang bersangkutan sehingga tidak dapat diraba atau difoto. Sistem gagasan yang telah dipelajari oleh setiap warga pendukung budaya sejak dini sangat  menentukan sifat dan cara berpikir serta tingkah laku warga pendukung budaya tersebut. Gagasan-gagasan inilah yang akhirnya menghasilkan berbagai hasil karya manusia berdasarkan sistem nilai, cara berfikir dan pola tingkah laku. Wujud budaya dalam bentuk sistem gagasan ini biasa juga disebut sistem nilai budaya.
2.      Wujud Perlaku (Aktivitas)
Budaya dalam wujud perilaku berpola menurut ide/gagasan yang ada. Wujud perilaku ini bersifat konkrit dapat dilihat dan didokumentasikan (difoto dan difilm). Contoh: Petani sedang bekerja di sawah, orang sedang menari dengan lemah gemulai, orang sedang berbicara dan lain-lain. Masing-masing aktivitas tersebut berada dalam satu sistem tindakan dan tingkah laku.
3.      Wujud Benda Hasil Budaya
Semua benda hasil karya manusia tersebut bersifat konkrit, dapat diraba dan difoto. Kebudayaan dalam wujud konkrit ini disebut kebudayaan fisik. Contoh: bangunan-bangunan megah seperti piramida, tembok cina, menhir, alat rumah tangga seperti kapak perunggu, gerabah dan lain-lain.


B.                  Nilai Sosial
Pengertian Nilai Sosial
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Nilai adalah, taksiran, sifat-sifat (hal-hal) penting yang dianggap penting atau yang berguna bagi kemanusiaan yang dapat mendorong manusia mancapai tujuannya. Sedangkan sosial diartikan sebagai “serba berjiwa kawan,” “serba terbuka” untuk orang lain, untuk memberi dan menerima, untuk umum. Kebalikan dari “sosial” adalah “individual,” yaitu serba tertutup.
Dengan kata lain, nilai sosial adalah ukuran-ukuran, patokan-patokan, anggapan- anggapan, keyakinan-keyakinan, yang hidup dan berkembang dalam masyarakat serta dianut oleh banyak orang dalam lingkungan masyarakat mengenai apa yang benar, pantas, luhur, dan baik untuk dilakukan. Setiap masyarakat mempunyai tata nilai berbeda-beda oleh karenanya, nilai sosial secara umum dapat dinyatakan sebagai keyakinan relatif kepada yang baik dan buruk, yang benar dan salah, kepada apa yang seharusnya ada dan apa yang seharusnya tidak ada.
Sumber Nilai Sosial
Nilai sosial dalam masyarakat Indonesia pada umumnya bersumber dari tiga hal, yaitu Tuhan, masyarakat itu sendiri dan individu.
A.      Nilai sosial yang bersumber dari Tuhan
Nilai sosial yang bersumber atau berasal dari Tuhan biasanya diketahui melalui ajaran agama yang ditulis dalam kitab suci. Dalam ajaran agama, terdapat nilai sosial yang dapat memberikan pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku terhadap sesamanya. Contohnya kasih sayang, ketaatan, kejujuran, hidup sederhana, dan lain-lain. Nilai yang bersumber dari Tuhan sering disebut nilai theonom.
B.      Nilai sosial yang bersumber dari masyarakat
Masyarakat menyepakati sesuatu hal yang dianggap baik dan luhur, kemudian menjadikannya sebagai suatu pedoman dalam bertingkah laku. Sebagai contohnya, kesopanan dan kesantunan terhadap orang tua. Nilai yang berasal dari hasil kesepakatan banyak orang disebut nilai heteronom.
C.      Nilai sosial yang bersumber dari individu
Pada dasarnya setiap orang / individu memiliki sesuatu hal yang baik, luhur, dan penting. Contohnya, seseorang yang memiliki kegigihan dalam bekerja. Seseorang beranggapan bahwa untuk mencapai keberhasilan atau kesuksesan adalah dengan bekerja keras. Lambat laun nilai ini diikuti oleh orang lain yang pada akhirnya menjadikan nilai ini menjadi milik bersama. Dalam kenyataannya, nilai sosial yang berasal dari individu sering ditularkan dengan cara memberi contoh perilaku yang sesuai dengan nilai sosial yang dimaksud. Nilai yang berasal dari individu disebut nilai otonom.

Ciri-ciri Nilai Sosial
Tidak semua hal atau sesuatu yang baik di mata masyarakat dapat dianggap sebagai nilai sosial. Berikut adalah ciri-ciri nilai sosial :
1.      Nilai sosial merupakan hasil interaksi antaranggota masyarakat. Nilai tercipta secara sosial bukan secara biologis atau bawaan sejak lahir.
2.      Nilai sosial ditularkan di antara anggota-anggota masyarakat melalui pergaulan.
3.      Nilai sosial terbentuk melalui proses belajar yang panjang melalui sosialisasi.
4.      Nilai sosial berbeda-beda antara kebudayaan yang satu dengan yang lain.
5.      Masing-masing nilai dapat mempunyai efek yang berbeda terhadap orang perorangan dan masyarakat secara keseluruhan.
6.      Nilai sosial dapat memengaruhi perkembangan pribadi dalam masyarakat baik positif maupun negatif.
7.      Nilai sosial merupakan hasil seleksi dari berbagai macam aspek kehidupan di dalam masyarakat.

Fungsi Nilai Sosial
Fungsi nilai sosial secara luas yaitu memberikan ketentraman kepada seluruh anggota masyarakat agar dapat bertingkah laku sesuai dengan yang aturan yang diyakini oleh masyarakat guna mencapai tujuan bersama di masyarakat. Adapun fungsi nilai sosial secara keseluruhan adalah sebagai berikut:
1.      Sebagai pedoman berperilaku
Nilai sebagai pedoman berfungsi memberikan arahan kepada individu atau masyarakat untuk berperilaku sebagaimana yang diinginkan. Nilai menjadi landasan dan motivasi dalam setiap langkah dan perbuatan manusia.
2.      Sebagai kontrol sosial
Nilai sosial sebagai alat kontrol sosial yang berfungsi untuk memberikan batasan-batasan kepada manusia untuk bertingkah laku. Perilaku manusia di luar nilai sosial akan mengakibatkan jatuhnya sanksi atau perasaan bersalah.
3.      Sebagai pelindung sosial
Nilai sebagai alat pelindung sosial memberikan perlindungan dan memberikan rasa aman kepada manusia, dengan berperilaku sesuai dengan nilai sosial, manusia dapat melakukan tindakan apapun tanpa harus merasa takut.
Dengan adanya nilai-nilai sosial ini seseorang dapat memperhitungkan apa yang akan dilakukan oleh orang lain. Namun apabila tidak ada nilai-nilai sosial atau nilai-nilai sosial itu lenyap maka kehidupan masyarakat akan tidak beraturan, masing-masing manusia akan bertingkah laku berdasarkan kehendak sendiri. Kehilangan nilai sosial di masyarakat dapat mengakibatkan masyarakat kehilangan identitas dan kehancuran bagi masyarakat itu sendiri.


C.                  Hubungan Nilai Sosial dan Budaya
Hubungan Nilai Sosial dan Budaya
Nilai sosial bersumber dari kebudayaan masyarakat itu sendiri. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa nilai menjadi ciri dan identitas masyarakat. Nilai sosial berasal dari masyarakat itu sendiri sebagaimana masyarakat meyakini fungsi dan peranan nilai tersebut bagi masyarakatnya. Jika kita tinjau dari budaya yang ada pada masyarakat etnis Jawa dan kita hubungkan dengan nilai-nilai sosial yang ada, maka kita akan melihat hubungan ini.
Contoh:
Didalam masyarakat etnis jawa, terdapat nilai sosial yang menitikberatkan dan mengatur hubungan antara atasan dan bawahan, yaitu harus menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain, sesuai dengan derajat dan kedudukannya dalam masyarakat. Sesuai dengan budaya Jawa yaitu dalam sistem kemasyarakatannya yang dikenal dengan empat tingkatan yaitu, ningrat, priyayi, santri, dan wong cilik. Mereka yang kedudukannya lebih tinggi akan mendapatkan hormat. Di dalam masyarakat Jawa Rumah limasan merupakan rumah yang dihuni oleh golongan rakyat jelata. Sedangkan rumah Joglo, umumnya dimiliki sebagai tempat tinggal para kaum bangsawan, misalnya saja para kerabat keraton. Tidak hanya itu, dari segi bahasa, yaitu bahasa Jawa yang juga merupakan produk kebudayaan Jawa yang begitu kompleks, dengan tujuh tingkatannya dari ngoko sampai kedathon, membuktikan bahwa nilai sosial masyarakat Jawa begitu menjunjung tinggi rasa hormat kepada orang yang lebih tua dalam konteks usia maupun yang posisi derajatnya lebih tinggi.


D.                 Budaya Etnis Jawa
Yang dimaksud dengan kebudayaan etnis Jawa disini adalah kebudayaan yang dianut oleh masyarakat etnis Jawa yang sebagian besar tinggal di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur dengan Keraton Yogyakarta dan Surakarta sebagai sentranya, bukan seluruh pulau Jawa, karena Jawa sendiri dari wilayahnya secara administratif terbagi menjadi 6 Provinsi yaitu Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur, yang mungkin setiap provinsi memiliki kebudayaan yang berbeda khususnya Jakarta, Jawa Barat, dan Banten yang didalamnya terdapat etnis lain seperti etnis Badui, etnis Banten, etnis Betawi, etnis Sunda, etnis Cirebon, dan etnis Cina.
Berikut beberapa budaya masyarakat etnis Jawa:
1.      Religi/Agama
Agama dan kepercayaan yang berkembang dan dianut oleh masyarakat etnis Jawa, antara lain Islam sebagai agama mayoritas, selain itu terdapat pula agama lain yang cukup banyak dianut, seperti Kristen Protestan, yang cukup banyak dianut oleh masyarakat di sekitar Semarang, Surakarta, dan Solo. Sedangkan Katolik juga cukup berkembang namun presentasenya tidak sebesar agama Kristen Protestan. Selain itu Hindu, dan Buddha juga berkembang di masyarakat Jawa namun presentasenya sangat sedikit. Kepercayaan lain yang cukup banyak pemeluknya, adalah kepercayaan yang bernama kejawen. Kejawen ini, terkadang bercampur dengan agama Islam, sebagai agama mayoritas, sehingga menghasilkan suatu kepercayaan baru yang bernama Islam kejawen. Perbedaan paling mencolok antara Islam santri dengan Islam kejawen adalah, pada Islam kejawen, mereka tidak terlalu mewajibkan shalat, puasa, dan naik haji, namun tetap percaya pada Allah, dan Nabi Muhammad SAW. Kejawen dianggap memiliki makna sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan adat dan kepercayaan Jawa. Pada pada pandangan umum, kejawen hanya berisi tentang seni, budaya, tradisi, ritual, sikap, serta filosofi orang Jawa. Selain membahas tentang agama dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat suku Jawa, pada pembahasan tentang sistem religi ini, kami juga akan membahas tentang kepercayaan, dan ritual-ritual yang sering dilakukan oleh orang Jawa. Upacara Selamatan adalah upacara yang paling umum, paling dikenal serta banyak macamnya. Selamatan adalah kegiatan makan bersama, dimana makananya telah lebih dahulu didoakan sebelum dibagikan. Tujuan selamatan ini sendiri adalah untuk memperoleh keselamatan dan menjauhi gangguan.
2.      Kemasyarakatan
Dalam sistem kemasyarakatan Jawa, dikenal empat tingkatan yaitu Ningrat atau Bendara, Priyayi, Santri, dan Wong Cilik.
·         Ningrat atau Bendara adalah kelas tertinggi dalam masyarakat Jawa. pada tingkatan ini biasanya diisi oleh para anggota keraton, atau kerabat-kerabatnya, baik yang memiliki hubungan darah langsung, maupun yang berkerabat akibat pernikahan. Bendara pun memiliki banyak tingkatan juga di dalamnya, mulai dari yang tertinggi, sampai yang terendah. Hal ini dapat dengan mudah dilihat dari gelar yang ada di depan nama seorang bangsawan tersebut.
·         Kedua adalah priyayi. Priyayi mengacu kepada suatu kelas sosial tertinggi di kalangan masyarakat biasa setelah Bendara atau ningrat karena memiliki status sosial yang cukup tinggi di masyarakat. Biasanya kaum priyayi ini terdiri dari para pegawai negeri sipil dan para kaum terpelajar yang memiliki tingkatan pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang-orang disekitarnya.
·         Yang ketiga adalah golongan santri. Golongan ini tidak merujuk kepada seluruh masyarakat suku Jawa yang beragama muslim, tetapi, lebih mengacu kepada para muslim yang dekat dengan agama, yaitu para santri yang belajar di pondok-pondok yang memang banyak tersebar di seluruh daerah Jawa.
·         Terakhir, adalah wong cilik atau golongan masyarakat biasa yang memiliki kasta terendah dalam pelapisan sosial. Biasanya golongan masyarakat ini hidup di desa-desa dan bekerja sebagai petani atau buruh.
3.      Pengetahuan
Salah satu bentuk sistem pengetahuan yang ada, berkembang, dan masih ada hingga saat ini dalam masyarakat Jawa, adalah bentuk penanggalan atau kalender. Walaupun penggunaanya yang cukup rumit, tetapi kalender Jawa lebih lengkap dalam menggambarkan penanggalan, karena di dalamnya berpadu dua sistem penanggalan, baik penanggalan berdasarkan sistem matahari (sonar/syamsiah) dan juga penanggalan berdasarkan perputaran bulan (lunar/komariah). Pada sistem kalender Jawa, terdapat dua siklus hari yaitu siklus 7 hari seperti yang kita kenal saat ini, dan sistem panacawara yang mengenal 5 hari pasaran.
4.      Bahasa
Bahasa Jawa, sebagai bahasa ibu dan bahasa pergaulan sehari-hari masyarakat etnis Jawa, ternyata di dalamnya pun dikenal berbagai macam tingkatan dan undhak-undhuk basa. Terdapat tiga bentuk utama tingkatan variasi bahasa Jawa, yaitu ngoko (kasar), madya (biasa), dan krama (halus). Namun , pada tingkat yang lebih spesifik lagi, terdapat 7 (tujuh) tingkatan dalam berbahasa Jawa, diantaranya: ngoko, ngoko andhap, madhya, madhyantara, kromo, kromo inggil, bagongan, kedhaton. Di antara masing-masing bentuk ini terdapat bentuk “penghormatan” (ngajengake, honorific) dan “perendahan” (ngasorake, humilific). Seseorang dapat berubah-ubah bentuk posisi sebagai yang dihormati atau yang direndahkan pada suatu saat tergantung status yang bersangkutan dan lawan bicara. Status bisa ditentukan oleh usia, posisi sosial, atau hal-hal lain. Seorang anak yang bercakap-cakap dengan sebayanya akan berbicara dengan varian ngoko, namun ketika bercakap dengan orang tuanya akan menggunakan krama andhap dan krama inggil. Sistem semacam ini terutama dipakai di Surakarta, Yogyakarta, dan Madiun. Selain memiliki bahasa tersendiri, masyarakat Jawa pun memiliki huruf tersendiri yang pada umunya mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari yaitu Aksara Jawa.
5.      Kesenian
Kesenian yang terdapat dalam kebudayaan Jawa sangat beraneka ragam, mulai dari tari-tarian, lagu daerah, alat musik, wayang orang, dan juga wayang kulit, serta masih ada berbagai macam kesenian lainya.
·         Contoh kesenian Tari-tarian : Tari Bedhaya, Tari Serimpi, Tari Golek, Tari Topeng, dll
·         Contoh kesenian Lagu Daerah : Gundul-gundul pacul, Gambang Suling, Bapak Pocung, Cublak-cublak Suweng, dll.
·         Contoh kesenian alat musik : Gamelan, yang biasanya terdiri dari Kendang, Saron, Bonang, Slentem, Gambang, Gong, Kempul, Kenong, Ketug, Clempung, Keprak, dan Bedug. Gamelan Jawa sendiri memiliki dua jenis yaitu Gamelan Salendro dan Gamelan Pelog.
6.      Mata Pencaharian
Tidak ada mata pencaharian yang khas yang dilakoni oleh masyarakat etnis Jawa. pada umumnya, orang-orang Jawa bekerja pada segala bidang, terutama administrasi negara dan kemiliteran yang memang didominasi oleh orang Jawa. selain itu, mereka bekerja pada sektor pelayanan umum, pertukangan, perdagangan dan pertanian dan perkebunan. Sektor pertanian dan perkebunan, mungkin salah satu yang paling menonjol dibandingkan mata pencaharian lain, karena seperti yang kita tahu, baik Jawa Tengah dan Jawa Timur banyak lahan-lahan pertanian yang beberapa cukup dikenal, karena memegang peranan besar dalam memasok kebutuhan nasional, seperti padi, tebu, dan kapas.
7.      Peralatan dan Perlengkapan Hidup
Sebagai suatu kebudayaan, masyarakat etnis Jawa tentu memiliki peralatan dan perlengkapan hidup yang khas diantaranya yang paling menonjol adalah dalam segi bangunan. Masyarakat yang bertempat tinggal di daerah Jawa memiliki ciri sendiri dalam bangunan mereka, khususnya rumah tinggal. Ada beberapa  jenis rumah yang dikenal oleh masyarakat suku Jawa, diantaranya adalah rumah limasan, rumah joglo, dan rumah serotong. Rumah limasan, adalah rumah yang paling umum ditemui di daerah Jawa, karena rumah ini merupakan rumah yang dihuni oleh golongan rakyat jelata. Sedangkan rumah Joglo, umumnya dimiliki sebagai tempat tinggal para kaum bangsawan, misalnya saja para kerabat keraton.


E.                  Budaya Etnis Cina
Yang dimaksud dengan kebudayaan etnis Cina disini adalah kebudayaan yang dianut oleh masyarakat Cina yang banyak tersebar di pulau Jawa, khususnya mereka yang lahir atau sudah cukup lama tinggal di pulau Jawa. Berikut beberapa budaya masyarakat etnis Cina:
1.      Religi/Agama
Agama dan kepercayaan yang berkembang dan dianut oleh masyarakat etnis Cina, antara lain Khonghucu sebagai agama mayoritas, selain itu terdapat pula agama lain yang cukup banyak dianut, seperti Kristen Protestan, Katholik dan Buddha. Sedangkan Islam adalah agama yang minoritas dipeluk oleh etnis Cina. Salah satu tradisi etnis Cina dalam keagamaan adalah Imlek atau Sin Tjia.
2.      Kemasyarakatan
Dalam masyarakat etnis Cina tidak terdapat tingkatan, namun ada sebutan untuk keturunan asli (tanpa campuran) dan yang campuran, yaitu Totok (untuk yang murni tanpa campuran), dan peranakan (campuran).
3.      Pengetahuan
Etnis Cina di Indonesia terkenal dengan ilmu pengobatan tradisional Cina. Selain itu etnis Cina juga terkenal dengan ahli Fengshui.
4.      Bahasa
Etnis Cina di Indonesia masih sering menggunakan bahasa mandarin ketika berbicara kepada sesama etnis Cina, terutama para keturunan etnis Cina yang sudah tua. Namun sebagian juga sudah ada yang meninggalkan bahasa mandarin atau tidak menguasai bahasa mandarin dan menggunakan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari. Selain bahasa mandarin, sebagian etnis Cina juga masih menguasai kaligrafi Cina.
5.      Kesenian
Dalam bidang kesenian, bidang tari khususnya, etnis Cina memiliki Barongsai dan Liong-nya. Sedangkan untuk beladiri pernafasan, etnis Cina memiliki Wushu dan Kung Fu. Selain itu etnis Cina juga memiliki kemampuan dalam membuat seni Kriya seperti Porselen atau keramik.
6.      Mata Pencaharian
Etnis Cina memiliki bakat yang menonjol dalam bidang industri dan bisnis. Hal ini dapat terlihat, bahwa pemilik industri berskala besar di Indonesia, kebanyakan dimiliki dan dikelola oleh etnis Cina.
7.      Peralatan dan Perlengkapan Hidup
Beberapa etnis Cina masih mempercayai keberuntungan dan kesialan, mereka kadang menggunakan semacam jimat keberuntungan, sehingga sering kita temu ditoko-toko etnis Cina ada patung kucing yang tangannya bergerak yang diyakini sebagai penarik hoki.


F.                   Perbandingan Budaya Etnis Cina dan Etnis Jawa
Secara keseluruhan kebudayaan masyarakat etnis Cina memang berbeda dengan etnis Jawa, karena kebudayaan etnis Cina yang ada di Indonesia adalah sebagian dari kebudayaan Cina. Namun perlu diketahui bahwa sebagian etnis Cina memang mempertahankan budaya dari nenek moyang, tetapi ada juga yang meninggalkannya dan mengikuti budaya dimana dia tinggal.


G.                 Nilai Sosial Etnis Jawa
Berikut beberapa nilai-nilai sosial yang ada pada masyarakat etnis Jawa :
A.      Kerukunan
Masyarakat etnis Jawa biasa hidup secara rukun. Masyarakat etnis Jawa mengembangkan sikap tepo seliro (tenggang rasa). Tujuan dari prinsip kerukunan adalah untuk mempertahankan keadaan masyarakat yang harmonis, selaras, tenteram dan tenang tanpa perselisihan. Atas nama prinsip kerukunan, masyarakat etnis Jawa berusaha untuk menghilangkan tanda-tanda ketegangan masyarakat atau antarpribadi, sehingga hubungan sosial tetap tampak harmonis dan baik, meskipun harmonis ini relatif sifatnya.
B.      Hormat
Setiap orang dalam berbicara dan membawakan diri selalu harus menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain, sesuai dengan derajat dan kedudukannya dalam masyarakat. Mereka yang berada pada posisi lebih tinggi harus mendapatkan hormat. Kehormatan sedemikian penting bagi masyarakat Jawa, segala perbuatan aib akan dipendam sedalam-dalamnya, bahkan kalau perlu aib itu dilihat sisi positifnya atau dicari jalan tengah yang dapat mengembalikan kehormatan, sekalipun itu akan bertentangan dengan etika.
C.      Bijaksana
Masyarakat etnis jawa menganggap bahwa yang baik baginya adalah hidup sesuai dengan peraturan-peraturan moral. Konsep bijaksana etnis Jawa didasarkan pada etika moral.
D.     Nyedulur (Menambah Persaudaraan)
Nilai sosial pada masyarakat Jawa terletak pada upaya untuk dapat hidup selaras dengan sesama dan mengutamakan kebersamaan. Masyarakat etnis Jawa cenderung menyukai hidup bersama dalam suatu komunitas. Masyarakat etnis jawa menganggap berinteraksi dengan sesama manusia sangatlah baik. Selain itu juga dimaksudkan agar dapat menambah persaudaraan.
E.      Narima ing Pandum (Menerima apa yang telah diberikan)
Masyarakat etnis jawa meyakini bahwa setiap orang diberi anugerah yang berbeda-beda, sehingga dianggap baik apabila setiap orang itu mempunyai kesadaran untuk narima ing pandum yaitu untuk menerima apa yang telah diberikan. Ungkapan narima ing pandum pada dasarnya merupakan adanya pengendalian diri dari seseorang agar tidak melampaui sumberdaya yang dimiliki. Apabila seseorang patuh terhadap ungkapan ini, maka orang tersebut akan selalu eling lan waspada (ingat dan waspada) agar apa yang diperoleh sesuai dengan kemampuan yang ada pada diri sendiri sehingga dapat menghilangkan rasa cemas dalam segala hal termasuk ketakutan kehilangan kedudukan, kekayaan, kepopuleran, dan sebagainya.
Dari nilai-nilai tersebut dapat diketahui bahwa orang Jawa itu sifatnya begitu halus, sopan dan pasrah menjalani hidup atau nrimo, Sifat ini konon berdasarkan watak orang  Jawa yang berusaha untuk menjaga harmoni atau keserasian juga menghindari konflik. Mereka cenderung diam dan tidak banyak berkomentar untuk menghindari konflik.


H.                 Nilai Sosial Etnis Cina
Berikut beberapa nilai-nilai sosial yang ada pada masyarakat etnis Cina :
A.      Kerukunan
Masyarakat etnis Cina anti terhadap kekerasan dan hidup saling tolong menolong. Anti kekerasan pada etnis Cina termasuk dalam konsep pemerintahan yang menolak kekerasan fisik. Menunjukkan bahwa etnis Cina berpegang pada sifat suka akan perdamaian, anti kekerasan, mengalah dalam menghadapi konflik dan suka melayani orang lain.
B.      Prinsip Hormat
Dalam hal ini konsep yang berlaku adalah adat kesopanan. Etnis Cina melakukan penghormatan selalu keatas yaitu terhadap mereka yang sudah maju dan berdiri didepan, maksudnya bentuk penghormatan diberikan berdasarkan atas usia dan hubungan kekeluargaan.
C.      Etika Kebijaksanaan
Ajaran yang dianut etnis Cina, yaitu membangun masyarakat menjadi seideal mungkin. Yang diutamakan untuk mewujudkannya adalah melalui kebijaksanaan, yang hanya dapat dicapai melalui terciptanya manusia yang ideal, yaitu melalui pendidikan moral.
D.     Jalan Tengah
Jalan tengah dalam etnis Cina diartikan sebagai jalan yang tetap di tengah, yaitu di antara ujung-ujung kehidupan, dengan asas penuntuk yang berbunyi tidak boleh ada yang berlebihan. Hasrat dan keinginan tidak boleh dibiarkan tumbuh. Kenikmatan tidak boleh dipenuhi seluruhnya. Mengikuti jalan tengah akan membawa keselarasan dan keseimbangan.
E.      Perkawinan
Perceraian dalam masyarakat etnis Cina merupakan kejadian aib. Perkawinan yang melibatkan keluarga besar pada tradisi etnis Cina menyebabkan orang tua terlibat dalam pengaturan. Oleh karena itu, masalah keluarga atau perceraian dianggap sebagai perbuatan yang menentang orang tua, sehingga pasangan tersebut dianggap tidak berbakti.


I.                       Perbandingan Nilai Sosial Etnis Cina dan Etnis Jawa
A.      Kerukunan
Meskipun dengan ungkapan yang berbeda, prinsip nilai kerukunan pada etnis Jawa maupun Cina, tidak jauh berbeda. Inti yang terkandung di dalamnya adalah dihindarkannya konflik dan didambakannya perdamaian, yang semua itu terdapat dalam kultur Jawa maupun Cina.
B.      Prinsip hormat
Baik pada masyarakat etnis Jawa maupun Cina mempunyai nilai hormat. Hanya bedanya, pada etnis Jawa rasa hormat diberikan oleh karena konsekuensi dari adanya susunan hirarkis pada suatu masyarakat. Sedangkan pada kultur Cina, istilah ini dipakai untuk menghormati saudara tua/orang tua oleh saudara muda/anak. Karena penghormatan berdasarkan atas usia dan hubungan keluarga.
C.      Etika kebijaksanaan
Keduanya sama-sama menganggap, bahwa sikap kebijaksanaan hanya dapat dicapai melalui sikap hidup yang didasarkan pada aturan-aturan moral.
D.     Jalan tengah
Keduanya memiliki anggapan, bahwa dua hal yang ekstrim yang bersifat dikotomis harus dihindari. Tidak boleh ada sesuatu hal yang berlebihan. Mengikuti jalan tengah akan membawa keseimbangan dan keselarasan.
E.      Perkawinan
Terdapat perbedaan nilai tentang perkawinan di antara etnis Jawa dan Cina. Pada kultur Jawa, perkawinan dimaksudkan untuk membentuk suatu rumah tangga yang berdiri sendiri. Pemilihan calon pasangan merupakan urusan pribadi. Keluarga, lebih-lebih keluarga besar tidak memegang peran penting dalam pemilihan calon pasangan. Sedangkan pada kultur Cina, perkawinan dianggap untuk melanjutkan kelangsungan hidup klan. Sehingga pemilihan pasangan lebih banyak melibatkan keluarga atau keluarga besarnya.








BAB III
Penutup

A.     Kesimpulan
Etnis Cina dan etnis Jawa masing-masing memiliki budaya dan nilai sosial yang berbeda. Namun ternyata juga terdapat beberapa kesamaan yang ditemukan. Dengan begitu dapat diharapkan persamaan tersebut mampu menyamarkan perbedaan yang ada sehingga kesalahpahaman, perasaan tidak nyaman, dan konflik antar etnis tidak akan terjadi lagi.














Daftar Pustaka

Lowa, Gana. Diakses tanggal 11 Desember 2014 pukul 13:13. Pusat Kebudayaan Tionghoa. Alamat Web: http://publication.gunadarma.ac.id/handle/123456789/1697
Perdanawati, Rendy. Diakses tanggal 11 Desember 2014 pukul 13:14. .Mengenal Budaya Imlek Lebih Dekat. Alamat Web: http://tionghoa.petra.ac.id/acara-berita/berita/mengenal-budaya-imlek-lebih-dekat/
Puspowardhani, Rulliyanti. 2008. Thesis : Komunikasi Antar Budaya Dalam Keluarga Kawin Campur Jawa-Cina di Surakarta. Surakarta
Schaefan, Richard.T.2012.Sosiologi.Jakarta: Salemba Humanika.
Shadili, Hassan.1993.Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia.Jakarta: Rineka Cipta.


Sosrodihardjo, Soedjito. 1986. Transformasi Sosial Menuju Masyarakat Industri. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar