Daftar Blog Saya

Kamis, 07 November 2013

Islam dan toleransi beragama

ISLAM DAN toleransi beragama
Oleh :
Eko Sumarno/13207241034


Indonesia, secara tipikal merupakan masyarakat yang plural, terutama pluralitas yang bercorak primordial, pluralitas yang disebabkan adanya perbedaan karena unsur bawaan. Pluralitas masyarakat Indonesia tidak saja karena keanekaragaman suku, ras, dan bahasa, tetapi juga dalam agama. ( Ajat Sudrajat, 2013 : 137)
 Indonesia mempunyai banyak kepulauan yang pastinya juga mempunyai beraneka ragam agama dan budaya. Agama yang diakui di negara Indonesia adalah agama Islam, Hindu, Buddha, Kristen Katolik, Kristen Protestan dan Konghuchu. Dari sekian agama tersebut kita harus rukun karena kita diciptakan sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain.
Di dalam ajaran agama, pasti akan terjadi kesalahpahaman dalam menafsirkan sesuatu. Kesalahpahaman itu terjadi karena pada hakikatnya kita manusia. Sebagai manusia, pastinya kita tidak pernah lepas dari kesalahan. Oleh karena itu meskipun kita berbeda pendapat dalam menafsirkan sesuatu, tetapi kita tetap menjaga kerukunan dengan tidak saling mencaci, menghina, namun tetap menghargai pendapat masing-masing. (Tim Karangmalang C15, 2013 : 90)
Dalam hubungannya dengan agama, pengalaman beberapa waktu terakhir memberikan kesan akan mudahnya agama menjadi alat provokasi yang dapat menimbulkan konflik antar umat beragama.
Mengingat pluralitas agama merupakan realitas sosial yang nyata, maka sikap keagamaan yang perlu dibangun selanjutnya adalah prinsip kebebasan dalam memeluk suatu agama. Prinsip yang demikian antara lain dibangun dari misi historis Islam bahwa “Tidak ada paksaan untuk memeluk agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat...” (Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, 2011 :42)
Islam adalah agama rahmatan lil’alamin, yaitu agama yang memberikan rahmat, kedamaian, dan ketenangan tidak hanya kepada pemeluknya, tetapi juga kepada umat lain, bahkan kepada seluruh makhluk dan semesta alam. Kerukunan umat Islam dengan penganut agama lainnya telah jelas disebutkan dalam Alqur’an dan Al-hadist.
Dengan demikian, oleh karena agama Islam itu membawa peraturan-peraturan Allah yang dipatuhi, maka orang Islam itu bukan saja menjauhkan diri dari kemungkaran dan selalu berbuat kebajikan, melainkan juga mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran itu (Abu Ahmadi, Noor Salimi,  1994 : 5)
Akhir-akhir ini telah terjadi sejumlah kasus yang cukup mencemaskan. Rosita S. Noer mengemukakan, bahwa selama kurun waktu tiga tahun terakhir ini, kerusuhan sosial semakin menjadi gejala umum bagi perjalanan kehidupan bangsa Indonesia. ( Jalaluddin 2010 : 367).
Hal serupa juga diungkapkan oleh Mahfud MD "Kita yang rukunlah sebagai bangsa ini karena kalau kita tidak rukun, kita rugi sendiri. Yang menang pun rugi kalau kemenangan itu diperoleh secara tidak rukun," kata mahfud md Tribunnews.com Kamis (8/8/2013).
Mahfud MD mengkritisi situasi di Indonesia belakangan ini yang rentan terhadap pergolakan akibat perbedaan keyakinan. Contoh terakhir yang terjadi adalah pemboman wihara di Jakarta Barat belum lama ini. Selain itu kerap terjadi sejumlah konflik antar umat beragama, baik yang berbeda ajaran maupun alirannya.
Untuk mengatasi hubungan yang tidak harmonis antar umat beragama ini dan untuk mencari jalan keluar bagi pemecahan masalahnya, maka H.A Mukti Ali, yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Agama, pada tahun 1971 melontarkan gagasan untuk dilakukannya dialog agama. Dialog agama ini diselenggarakan untuk mempertemukan tokoh-tokoh agama dalam rangka pembinaan kerukunan umat beragama. Dialog agama bukanlah polemik tempat orang beradu argumentasi lewat pena. Dialog bukan depat untuk saling mengemukakan kebenaran pendapat dari seseorang dan mencari kesalahan pendapat orang lain. Dengan adanya dialog antar agama ini juga diharapkan dapat menumbuhkan sikap optimis terhadap tujuan untuk mencapai kerukunan antar umat beragama.
Dialog agama pada hakekatnya dalah suatu percakapan bebas, terus terang dan bertanggung jawab, yang didasari oleh saling pengertian dalam menanggulangi masalah. Oleh karena itu,maka perlu dikembangkan prinsip “agree in disagreement” (Setuju dalam perbedaan). Hal ini berarti setiap peserta dialog agama harus berlapang dada dalam sikap dan perbuatan. (Ajat Sudrajat, 2013 : 149)
Selain itu juga dibutuhkan sikap toleransi antar pemeluk agama, toleransi adalah bersifat atau bersikap menghargai pendirian, pendapat, pandangan, kebiasaan, kepercayaan, dan sebagainya yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.
Rasa toleransi bisa berbentuk dalam macam-macam hal. Misalnya seperti, pembangunan tempat ibadah oleh pemerintah, tidak saling mengejek dan mengganggu umat lain dalam interaksi sehari-harinya, atau memberi waktu pada umat lain untuk beribadah bila memang sudah waktunya mereka melakukan ibadah. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk menunjukkan sikap toleransi. Hal ini sangat penting demi menjaga tali kerukunan umat beragama di Indonesia, karena jika rasa toleransi antar umat beragama di Indonesia sudah tinggi, maka konflik-konflik yang mengatasnamakan agama di Indonesia dengan sendirinya akan berkurang ataupun hilang sama sekali.
Sebagai makhluk sosial, sudah seharusnya kita saling bertoleransi sesama umat beragama, baik yang sama agamanya maupun berbeda. Dalam hal ibadah terutama dan rasa saling menghormati dan tidak menjelek-jelekan agama lain. Karena dengan menghormati dan menghargai sesama umat beragama, maka kita dapat membangun suasana lingkungan yang tentram dan damai.
Merajut hubungan damai antar penganut agama hanya bisa dimungkinkan jika masing-masing pihak menghargai pihak lain. Mengembangkan sikap toleransi beragama, bahwa setiap penganut agama boleh menjalankan ajaran dan ritual agamanya dengan bebas dan tanpa tekanan. Oleh karena itu, hendaknya toleransi beragama kita jadikan kekuatan untuk memperkokoh silaturahmi dan menerima adanya perbedaan. Dengan ini, akan terwujud perdamaian, ketentraman, dan kesejahteraan.
 Melalui toleransi ini diharapkan terwujud ketenangan, ketertiban, serta keaktifan menjalankan ibadah menurut agama dan keyakinan masing-masing. Dengan sikap saling menghargai dan saling menghormati itu, akan terbina peri kehidupan yang rukun, tertib, dan damai. Telah dijelaskan bahwa sikap toleransi tidak berarti membenarkan orang lain berpendapat lain yang tidak sesuai dengan hak asasi, karena pengertian toleransi itu sendiri juga berarti suatu sikap perbuatan yang dilandasi oleh kasih sayang sesama manusia.
Maka dari itu kita harus senantiasa menjaga dan meningkatkan sikap toleransi yang tinggi antar umat beragama.

DAFTAR PUSTAKA

⦁    Jalaluddin. (2010). Psikologi Agama Edisi Revisi, Jakarta : PT Raja      Grafindo Persada. Cetakan ke-14
⦁    Abu Ahmadi, Noor salimi. (1994). Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Bumi Aksara. Edisi 1, Cetakan ke-2
⦁    Ajat Sudrajat, dkk. (2013) Din Al-Islam, Yogyakarta : UNY Press. Edisi 1, Cetakan ke-3
⦁    Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an. (2011). Al-Qur’an dan Terjemahannya, Solo : PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. Cetakan ke-2
⦁    Tim Karangmalang C13. (2013). Refleksi Keberagaman Untuk Kemanusiaan, Yogyakarta : Samudra Biru. Cetakan pertama
⦁    Tribunnews.com 8 Agustus 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar