PANCASILA
SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
Pembimbing:
DRS. FADJAR EDHI KARTIKO
Disusun
Oleh:
AZIS NURFATONI (P27833213013)
POLTEKKES KEMENKES SURABAYA
TAHUN 2013
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis
panjatkan ke hadirat Alloh SWT. bahwa penulis telah menyelesaikan tugas makalah
mata kuliah PANCASILA dan KEWARGANEGARAAN,yang berjudul “PANCASILA SEBAGAI
SISTEM FILSAFAT”.
Dalam penyusunan
makalah, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari
bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi
teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak dosen bidang studi Pancasila dan kewarganegaraan
yang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada penulis sehingga penulis
termotivasi dan menyelesaikan tugas ini.
2. Orang tua yang telah turut membantu, membimbing, dan
mengatasi berbagai kesulitan sehingga tugas ini selesai.
3. Serta teman teman yang telah memberi dukungan.
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan
menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis
sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai, Amiin.
Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman Judul...................................................................................................i
Kata Pengantar................................................................................................1
Daftar Isi.............................................................................................................2
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah.............................................................3
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan...........................................................................4
1.4 Manfaat Penulisan........................................................................4
Bab 2 Pembahasan
2.1 Pengertian filsafat.........................................................................5
2.2 Pengertian filsafat pancasila......................................................6
2.3 Pancasila sebagai sistem filsafat..............................................7
Bab 3 Penutup
3.1 Kesimpulan......................................................................................14
3.2 Saran................................................................................................14
Daftar Pustaka
BAGIAN
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sebagai
falsafah negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila memang
merupakan karunia terbesar dari Allah SWT dan ternyata merupakan light-star bagi segenap bangsa
Indonesia di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan
kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam kehidupan berbangsa, serta
sebagai pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-hari.
Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945 bersama-sama
dengan UUD 1945. Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan Inpres Nomor
12 tahun 1968 adalah Satu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua, Kemanusiaan yang adil
dan beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Lima, Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sejarah Indonesia
telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila itu ialah, Mr. Mohammad
Yamin, Prof. Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Dapat dikemukakan mengapa Pancasila
itu sakti dan selalu dapat bertahan dari guncangan kisruh politik di negara
ini, yaitu pertama ialah karena secara intrinsik dalam Pancasila itu mengandung
toleransi, dan siapa yang menantang Pancasila berarti dia menentang toleransi.
Pancasila sebagai
dasar falsafah negara Indonesia yang harus diketahui oleh seluruh warga negara
Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga dan menjalankan apa-apa yang
telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya pahlawan proklamasi yang telah
berjuang untuk kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga baik golongan muda
maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tanpa adanya
keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.
.
1.2 Rumusan masalah
1. Apa pengertian
filsafat ?
2. Apa pengertian
filsafat pancasila?
3. Apa yang dimaksud
pancasila sebagai filsafat bangsa Indonesia?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari
penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui
pengertian tentang Filsafat.
2. Mengetahui manfaat dalam mempelajari Filsafat.
3. Mengetahui pengertian tentang Filsafat Pancasila.
4. Mengetahui Pancasila sebagai sitem Filsafat.
5. Bagi dosen, sebagai tolak ukur atau penilaian terhadap
mahasiswa dalam memahami Pancasila sebagai sistem filsafat.
6. Bagi penulis, sebagai sarana yang bermanfaat untuk
memperoleh keterampilan dalam melakukan
penulisan dan perbendaharaan pengetahuan tentang pancasila sebagai sistem filsafat.
1.4 MANFAAT MEMPELAJARI FILSAFAT
1. Memperoleh
kebenaran yang
hakiki,
2. Melatih kemampuan berfikir logis,
3. Melatih berpikir dan bertindak bijaksana,
4. Melatih berpikir rasional dan komprehensif,
BAGIAN
II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN FILSAFAT
Pengertian menurut
arti katanya, kata filsafat dalam Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani “Philosophia”
terdiri dari kata Phile artinya Cinta dan Sophia artinya
Kebijaksanaan. Filsafat berarti Cinta Kebijaksanaan, cinta artinya hasrat yang
besar atau yang berkobar-kobar atau yang sungguh-sungguh. Kebijaksanaan artinya
Kebenaran sejati atau kebenaran yang sesungguhnya. Filsafat berarti hasrat atau
keinginan yang sungguh-sungguh akan kebenaran sejati.
Ø Pengertian Filsafat
Menurut Tokoh-Tokoh Filsafat
1. Socrates
(469-399 s.M.)
Filsafat adalah suatu bentuk peninjauan diri yang
bersifat reflektif atau berupa perenungan terhadap azas-azas dari kehidupan
yang adil dan bahagia. Berdasarkan pemikiran tersebut dapat dikembangkan bahwa
manusia akan menemukan kebahagiaan dan keadilan jika mereka mampu dan mau melakukan peninjauan diri atau refleksi diri
sehingga muncul koreksi terhadap diri secara obyektif.
2. Plato
(472-347 s. M.)
Dalam karya tulisnya “Republik” Plato
menegaskan bahwa para filsuf adalah pencinta pandangan tentang kebenaran (vision
of truth). Dalam pencarian dan menangkap pengetahuan mengenai ide yang abadi dan tak berubah. Dalam konsepsi Plato, filsafat merupakan pencarian yang bersifat spekulatif
atau terhadap pandangan tentang seluruh kebenaran. Filsafat Plato ini kemudan
digolongkan sebagai filsafat spekulatif.
Ø Ada dua
cakupan dari pengertian filsafat, yaitu:
1.Filsafat sebagai
Produk mencakup:
- Filsafat sebagai jenis Pengetahuan, ilmu,
konsep-konsep, pemikiran-pemikiran (rasionalisme, materialisme, pragmatisme)
- Filsafat sebagai suatu jenis problema yang dihadapi
oleh manusia sebagai hasil dari aktivitas berfilsafat. Manusia mencari suatu kebenaran yang timbul dari suatu
persoalan yang bersumber pada akal manusia.
-
2. Filsafat sebagai
suatu Proses mencakup:
- Filsafat sebagai suatu proses, dalam hal ini filsafat
diartikan dalam bentuk suatu aktivitas berfilsafat dalam proses pemecahan suatu permasalahan dengan menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang
sesuai dengan objeknya.
Filsafat secara umum dapat diberi pengertian sebagai ilmu
pengetahuan yang menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran
hakiki, karena filsafat telah mengalami perkembangan yang
cukup lama tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya ruang, waktu,
keadaan dan orangnya. Itulah sebabnya maka timbul berbagai pendapat mengenai pengertian filsafat yang mempunyai kekhususannya masing-masing, antara lain:
· Berfilsafat Rationalisme mengagungkan akal
· Berfilsafat Materialisme mengagungkan materi
· Berfilsafat Individualisme mengagungkan individualitas
· Berfilsafat Hedonisme mengagungkan kesenangan
2.2 PENGERTIAN FILSAFAT PANCASILA
Pancasila
sebagai filsafat mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran yang dapat menjadi
substansi dan isi pembentukan ideologi Pancasila. Filsafat Pancasila dapat
didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi
kritis dan rasional tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya
bangsa, dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya yang mendasar
dan menyeluruh. Pancasila
dikatakan sebagai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil permenungan jiwa
yang mendalam yang dilakukan oleh the
faounding father kita, yang
dituangkan dalam suatu sistem (Ruslan
Abdul Gani). Filsafat
Pancasila memberi pengetahuan dan pengertian ilmiah yaitu tentang hakikat dari
Pancasila (Notonagoro).
2.3 PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
Ø Pengertian “Sistem”
“Sistem”
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Suatu kesatuan
bagian-bagian/unsur/elemen/komponen,
2) Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi
sendiri-sendiri,
3) Saling berhubungan dan saling ketergantungan,
4) Keseluruhannya dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu (tujuan sistem),
5) Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks (Shore
& Voich, 1974).
Ø Pancasila sebagai suatu “SISTEM”:
- Pancasila merupakan kesatuan bagian-bagian (yaitu
sila-sila pancasila),
- Tiap sila pancasila mempunyai fungsi sendiri-sendiri,
- Tiap sila pancasila tidak dapat berdiri sendiri dan tidak saling bertentangan,
- Keseluruhan sila pancasila merupakan suatu kesatuan
yang sistematis (majemuk tunggal).
Ø Ciri sistem Filsafat Pancasila itu antara lain:
1. Sila-sila Pancasila
merupakan satu-kesatuan sistem yang bulat dan utuh. Dengan kata lain, apabila
tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila lainnya terpisah-pisah maka itu
bukan Pancasila.
2. Susunan Pancasila dengan suatu sistem yang bulat dan
utuh itu dapat digambarkan sebagai berikut:
· Sila 1, meliputi, mendasari dan menjiwai sila 2,3,4
dan 5;
· Sila 2, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, dan
mendasari dan menjiwai sila 3, 4 dan 5;
· Sila 3, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, dan
mendasari dan menjiwai sila 4, 5;
· Sila 4, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3, dan
mendasari dan menjiwai sila 5;
· Sila 5, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3,4.
Ø Inti sila-sila Pancasila meliputi:
§ Tuhan, yaitu
sebagai kausa prima.
§ Manusia, yaitu
makhluk individu dan makhluk sosial.
§ Satu, yaitu
kesatuan memiliki kepribadian sendiri.
§ Rakyat, yaitu unsur
mutlak negara, harus bekerja sama dan gotong
Royong.
§ Adil, yaitu memberi keadilan kepada diri sendiri dan
orang lain yang menjadi haknya.
Membahas Pancasila sebagai filsafat berarti mengungkapkan konsep-konsep
kebenaran Pancasila yang bukan saja ditujukan pada bangsa Indonesia, melainkan
juga bagi manusia pada umumnya. Wawasan filsafat meliputi bidang atau aspek
penyelidikan Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis. Ketiga bidang
tersebut dapat dianggap mencakup kesemestaan.
1. Landasan
Ontologis Pancasila
Ontologi, menurut Aristoteles adalah ilmu yang menyelidiki hakikat
sesuatu atau tentang ada, keberadaan atau
eksistensi dan disamakan artinya dengan metafisika. Masalah
ontologis antara lain: Apakah hakikat sesuatu itu? Apakah realitas yang tampak
ini merupakan suatu realitas
sebagai wujudnya, yaitu benda? Apakah ada suatu rahasia di balik
realitas itu, sebagaimana yang tampak pada makhluk hidup? dan seterusnya.
Bidang ontologi menyelidiki tentang makna yang ada (eksistensi dan keberadaan)
manusia, benda, alam semesta (kosmologi), metafisika. Secara ontologis,
penyelidikan Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk
mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila. Pancasila yang terdiri atas
lima sila, setiap sila bukanlah merupakan asas yang berdiri sendiri, malainkan memiliki satu kesatuan dasar ontologis.
Subyek pendukung
pokok dari sila-sila Pancasila adalah manusia. Hal tersebut dapat dijelaskan
bahwa yang berketuhan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab,
yang bersatu,
yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial, yang pada hakikatnya adalah manusia. Sedangkan manusia
sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal
yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, jasmani dan
rohani. Sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial
serta sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Maka secara
hirarkis sila pertama mendasari dan menjiwai sila-sila Pancasila lainnya (Notonagoro, 1975: 53).
2. Landasan Epistemologis Pancasila
Epistemologi adalah cabang filsafat yang
menyelidiki asal, syarat, susunan, metode, dan validitas ilmu pengetahuan.
Epistemologi meneliti sumber pengetahuan, proses dan syarat terjadinya
pengetahuan, batas dan validitas ilmu pengetahuan. Epistemologi adalah
ilmu tentang teori terjadinya ilmu atau science of science. Menurut Titus (1984:20) terdapat tiga persoalan yang
mendasar dalam epistemologi, yaitu:
1. Tentang sumber pengetahuan
manusia;
2. Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia;
3. Tentang watak pengetahuan manusia.
Secara epistemologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai
upaya untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan.
Pancasila sebagai sistem filsafat pada hakikatnya juga merupakan sistem
pengetahuan. Ini berarti Pancasila telah menjadi suatu belief system,
sistem cita-cita, menjadi suatu ideologi. Oleh karena itu Pancasila harus
memiliki unsur rasionalitas terutama dalam kedudukannya sebagai sistem
pengetahuan.
Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan
dasar ontologisnya, sehingga dasar epistemologis Pancasila sangat berkaitan erat
dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia. Pancasila sebagai suatu obyek
pengetahuan pada hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan dan
susunan pengetahuan Pancasila.
- Tentang sumber
pengetahuan Pancasila, sebagaimana telah
dipahami bersama adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri.
Nilai-nilai tersebut merupakan kausa materialis Pancasila.
- Tentang susunan
Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan, maka Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal
logis, baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti dari
sila-sila Pancasila itu. Susunan kesatuan sila-sila Pancasila adalah bersifat
hirarkis dan berbentuk piramidal
.
Sifat hirarkis dan bentuk piramidal itu nampak dalam
susunan Pancasila, dimana sila pertama Pancasila mendasari dan menjiwai keempat
sila lainnya, sila kedua didasari sila pertama dan mendasari serta
menjiwai sila ketiga, keempat dan kelima, sila ketiga didasari dan dijiwai sila
pertama dan kedua, serta mendasari dan menjiwai sila keempat dan kelima, sila
keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua dan ketiga, serta mendasari
dan menjiwai sila kelima, sila kelima didasari dan dijiwai sila pertama,
kedua, ketiga dan keempat. Dengan demikian susunan Pancasila memiliki sistem
logis baik yang menyangkut kualitas maupun kuantitasnya.
Susunan isi arti Pancasila meliputi tiga hal, yaitu:
1. Isi arti Pancasila
yang Umum Universal, yaitu hakikat sila-sila Pancasila yang merupakan intisari
Pancasila sehingga merupakan pangkal tolak dalam pelaksanaan dalam bidang
kenegaraan dan tertib hukum Indonesia serta dalam realisasi praksis dalam
berbagai bidang kehidupan yang konkrit.
2. Isi arti Pancasila yang Umum Kolektif, yaitu isi arti Pancasila sebagai pedoman kolektif
negara dan bangsa Indonesia terutama dalam tertib hukum Indonesia.
3. Isi arti Pancasila yang bersifat Khusus dan Konkrit,
yaitu isi arti Pancasila dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang
kehidupan sehingga memiliki sifat khusus konkrit serta dinamis (Notonagoro,
1975: 36-40)
Menurut Pancasila, hakikat
manusia adalah monopluralis,
yaitu hakikat manusia yang memiliki unsur pokok susunan kodrat yang terdiri
atas raga dan jiwa. Hakikat raga manusia memiliki unsur fisis anorganis,
vegetatif, dan animal. Hakikat jiwa memiliki unsur akal, rasa, kehendak yang merupakan potensi sebagai sumber daya cipta
manusia yang melahirkan pengetahuan yang benar, berdasarkan pemikiran memoris,
reseptif, kritis dan kreatif.
Selain itu, potensi atau daya
tersebut mampu meresapkan pengetahuan dan menstranformasikan pengetahuan dalam demontrasi, imajinasi, asosiasi, analogi, refleksi,
intuisi, inspirasi dan ilham.
Dasar-dasar rasional logis Pancasila menyangkut kualitas maupun kuantitasnya,
juga menyangkut isi arti Pancasila tersebut.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa memberi landasan kebenaran
pengetahuan manusia yang bersumber pada intuisi. Manusia pada hakikat kedudukan dan kodratnya adalah sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa, maka sesuai dengan sila pertama Pancasila, epistemologi
Pancasila juga mengakui kebenaran wahyu yang bersifat mutlak. Hal ini sebagai
tingkat kebenaran yang tinggi. Dengan
demikian kebenaran dan pengetahuan manusia merupakan suatu sintesa yang
harmonis antara potensi-potensi kejiwaan manusia yaitu akal, rasa dan kehendak
manusia untuk mendapatkan kebenaran yang tinggi.
Selanjutnya dalam sila
ketiga, keempat, dan kelima, maka epistemologi Pancasila mengakui kebenaran
konsensus terutama dalam kaitannya dengan hakikat sifat kodrat manusia sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai suatu paham epistemologi, maka
Pancasila mendasarkan pada pandangannya bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya
tidak bebas karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat
manusia serta moralitas religius dalam upaya untuk
mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia.
3. Landasan Aksiologis Pancasila
Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita
membahas tentang filsafat nilai Pancasila. Istilah aksiologi berasal dari kata
Yunani axios yang
artinya nilai, manfaat, dan logos yang artinya pikiran, ilmu atau teori.
Aksiologi adalah teori nilai,
yaitu sesuatu yang diinginkan, disukai atau yang baik. Bidang yang diselidiki
adalah hakikat nilai, kriteria nilai, dan kedudukan metafisika suatu nilai.
Nilai (value dalam bahasa Inggris) berasal
dari kata Latin valere yang artinya kuat, baik, berharga. Dalam kajian
filsafat merujuk pada sesuatu yang sifatnya abstrak yang dapat diartikan
sebagai “keberhargaan” (worth) atau “kebaikan” (goodness). Nilai itu sesuatu yang berguna,
nilai juga mengandung harapan akan
sesuatu yang diinginkan, nilai adalah suatu kemampuan yang dipercayai yang ada
pada suatu benda untuk memuaskan manusia (dictionary of sosiology a related
science), nilai
itu suatu sifat atau kualitas yang melekat pada suatu obyek. Ada berbagai macam
teori tentang nilai yaitu:
· Max
Scheler mengemukakan bahwa nilai ada tingkatannya dan dapat dikelompokkan menjadi empat
tingkatan, yaitu:
1) Nilai-nilai
kenikmatan: dalam tingkat ini terdapat nilai yang mengenakkan dan nilai yang
tidak mengenakkan, yang menyebabkan orang senang atau menderita.
2) Nilai-nilai kehidupan: dalam tingkat ini terdapat
nilai-nilai yang penting dalam kehidupan seperti
kesejahteraan, keadilan, dan kesegaran.
3) Nilai-nilai kejiwaan: dalam tingkat ini terdapat
nilai-nilai kejiwaan (geistige werte) yang sama sekali tidak tergantung
dari keadaan jasmani maupun lingkungan. Nilai-nilai semacam ini misalnya,
keindahan, kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat.
4) Nilai-nilai kerohanian: dalam tingkat ini terdapat
moralitas nilai yang suci dan tidak suci. Nilai semacam ini terutama terdiri
dari nilai-nilai pribadi (Driyarkara, 1978).
· Walter
G. Everet menggolongkan nilai-nilai manusia ke dalam delapan kelompok yaitu:
1) Nilai-nilai
ekonomis: ditunjukkan oleh harga pasar dan meliputi semua benda yang dapat
dibeli.
2) Nilai-nilai
kejasmanian: membantu pada kesehatan, efisiensi dan keindahan dari kehidupan
badan.
3) Nilai-nilai
hiburan: nilai-nilai permainan dan waktu senggang yang dapat menyumbangkan pada
pengayaan kehidupan.
4) Nilai-nilai sosial:
bermula dari berbagai bentuk perserikatan manusia.
5) Nilai-nilai watak:
keseluruhan dari keutuhan kepribadian dan sosial yang diinginkan.
6) Nilai-nilai
estetis: nilai-nilai keindahan dalam alam dan karya seni.
7) Nilai-nilai
intelektual: nilai-nilai pengetahuan dan pengajaran kebenaran.
8) Nilai-nilai
keagamaan.
· Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam yaitu:
1) Nilai material,
yaitu sesuatu yang berguna bagi manusia.
2) Nilai vital, yaitu
sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat melaksanakana kegiatan atau
aktivitas.
3) Nilai kerohanian,
yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani yang dapat dibedakan menjadi
empat macam:
a. Nilai kebenaran,
yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta) manusia.
b. Nilai keindahan atau nilai estetis, yang bersumber pada unsur perasaan manusia.
c. Nilai kebaikan atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak manusia.
d. Nilai religius,
yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini
bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia.
Dalam filsafat Pancasila,
disebutkan ada tiga tingkatan nilai, yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan
nilai praktis.
1. Nilai dasar adalah asas-asas
yang kita terima sebagai dalil yang bersifat mutlak, sebagai sesuatu yang benar
atau tidak perlu dipertanyakan lagi. Nilai-nilai dasar dari Pancasila adalah
nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan
nilai keadilan.
2. Nilai instrumental adalah nilai yang
berbentuk norma sosial dan norma hukum yang selanjutnya akan
terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga negara.
3. Nilai praktis adalah nilai yang
sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai ini merupakan batu ujian
apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu benar-benar hidup dalam
masyarakat.
Nila-nilai dalam Pancasila
termasuk nilai etik atau nilai moral merupakan nilai dasar yang mendasari nilai
intrumental dan selanjutnya mendasari semua aktivitas kehidupan masyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
Secara aksiologis, bangsa
Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila (subscriber of value
Pancasila), yaitu bangsa yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang
berpersatuan, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial. Pengakuan,
penerimaan dan penghargaan atas nilai-nilai Pancasila itu nampak dalam sikap,
tingkah laku, dan perbuatan bangsa Indonesia sehingga mencerminkan sifat khas
sebagai Manusia Indonesia
.
BAGIAN III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas
dapat disimpulkan bahwa Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan
sungguh-sungguh. Sedangkan Pancasila sebagai sistem filsafat adalah
suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama antara
sila yang satu dengan sila yang lain untuk tujuan tertentu dan secara
keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh yang mempunyai beberapa inti
sila, nilai dan landasan yang mendasar.
3.2 SARAN
Dalam makalah ini penulis berkeinginan memberikan
saran kepada pembaca agar ikut peduli dalam mengetahui sejauh mana kita
mempelajari tentang filsafat, filsafat pancasila, dan pancasila sebagai sistem
filsafat. Semoga dengan makalah ini para pembaca dapat menambah cakrawala ilmu
pengetahuan.
DAFTAR
PUSTAKA
Notonagoro. 1975. Pancasila Dasar Filsafat Negara RI I.II.III
K.Wantjik, Saleh. 1978. Kitab Kumpulan Peraturan Perundang RI, Jakarta: PT. Gramedia.
Kartohadiprojo, Soediman. 1970. Beberapa Pikiran
Sekitar Pancasila, Bandung. Alumni.
Darmodiharjo, Darji. 1978. Pokok-pokok Filsafat Hukum, Jakarta: PT. Gramedia.
Driyarkara, SJN., 1978, Percikan Filsafat, Jakarta: PT. Pembangunan.
Sumargono, Suyono, Tanpa Tahun. Ideologi Pancasila sebagai penjelmaan Filsafat
http://mashariyanto.files.wordpress.com
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pendidikan_pancasila/bab2-pancasila_sebagai_sistem_filsafat.pdf
Thanks to : https://www.facebook.com/azisnurfatoni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar